"Penangkapan-penangkapan terhadap anggota kelompok teror ini menunjukkan bahwa ada upaya mereka untuk muncul atau memperlihatkan diri. Ketika aksi terorisme itu direncanakan, kemudian dicegah, itu artinya kelompok ini masih konsolidatif," kata Syauqillah.
Untuk menyikapi dinamika kelompok teror di Indonesia dan mengantisipasi perkembangan kelompok-kelompok itu, Syauqillah menganggap lembaga-lembaga yang menangani pemberantasan terorisme seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus 88 Antiteror (Densus 88) Polri perlu untuk terus memperkuat sinergitas.
"BNPT sebagai leading sector penanggulangan terorisme yang memainkan peran strategis. Sementara Densus 88 sebagai lembaga penegak hukum dalam konteks operasional penanggulangan terorisme. Sinergi keduanya harus terus dijaga. Lembaga-lembaga lain yang menangani terorisme juga harus terus bersinergi," ujar Syauqillah.
Selain itu, Syauqillah menambahkan, perlu juga ada upaya untuk mengedukasi masyarakat guna mencegah berkembangnya terorisme. "Kalau melihat aksi-aksi terorisme yang terjadi, itu kan berangkat dari intoleransi. Artinya, ada pihak yang merasa pahamnya paling benar, orang lain keliru. Bibit-bibit seperti ini perlu dieliminasi ketika muncul di masyarakat lewat dialog dan musyawarah dengan pendekatan yang baik," ucapnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengatakan Polri telah menangkap 181 tersangka kasus terorisme selama 2023 hingga 13 November 2024. "Karena memang presiden perintahkan bahwa tidak boleh ada ledakan sekecil apa pun, atau biasa yang kita kenal zero attack," kata Kapolri saat menghadiri HUT ke-79 Korps Brimob Polri, di Depok, Jawa Barat, Kamis, 14 November 2024. (ebs)
Load more