Jakarta, tvOnenews.com – Sengketa klaim asuransi antara PT Rajawali Bara Makmur (RBM) dan PT Great Eastern General Insurance Indonesia (GEGII) mencuat setelah PT RBM mengajukan permintaan kepada pemerintah untuk mengaudit kepatuhan PT GEGII terhadap tata kelola perusahaan yang baik.
Hal ini terkait penolakan klaim asuransi senilai total Rp17,2 miliar oleh PT. GEGII, yang dinilai tidak sesuai prinsip itikad baik.
Kuasa Hukum PT RBM, Fatiatulo Lazira menjelaskan bahwa penolakan tersebut tidak memiliki dasar kuat.
“Pada saat penutupan asuransi, tertanggung sudah mengungkapkan fakta material secara jujur. Penolakan klaim oleh PT GEGII merupakan akibat ketidakcukupan proses seleksi risiko yang menurut hukum dikualifikasi sebagai risiko asuransi dan tidak dapat menjadi alasan penolakan,” ujarnya, dalam keterangan resmi, Minggu (24/11/2024).
Permasalahan bermula saat PT RBM menutup asuransi dengan PT GEGII pada Februari 2023 untuk melindungi pengangkutan batu bara mereka.
Namun, pada 6 Maret 2023, kapal pengangkut batu bara milik PT RBM dihantam ombak besar, yang menyebabkan kerugian senilai Rp787 juta.
Insiden lain terjadi pada 20 Mei 2023, saat kapal lainnya mengalami kecelakaan sehingga batu bara tumpah ke laut, dengan kerugian mencapai Rp 16,4 miliar. Kedua klaim tersebut ditolak oleh PT GEGII.
Yang membuat sengketa semakin rumit, pada 16 Juni 2023 PT GEGII mengirim pemberitahuan pembatalan polis asuransi, tetapi pada saat yang sama tetap menerbitkan sertifikat pertanggungan dan menerima pembayaran premi dari PT RBM.
Selain itu, PT RBM juga mempersoalkan langkah PT GEGII yang menunjuk loss adjuster di luar ketentuan polis.
PT GEGII berdalih bahwa PT RBM, melalui broker asuransi PT Sukses Utama Sejahtera (PT SUS), tidak memberikan informasi mengenai kecelakaan sebelumnya pada Desember 2022, yang mengakibatkan tumpahnya batu bara.
Namun, PT RBM membantah tuduhan ini dan menyatakan bahwa informasi tersebut belum lengkap karena klaim dari asuransi sebelumnya masih dalam proses.
Dalam konteks ini, Fatiatulo juga mengajukan permohonan uji materi Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasal ini menyebutkan bahwa setiap pemberitahuan yang keliru atau tidak benar dari tertanggung dapat membatalkan pertanggungan.
“Pasal 251 KUHD acapkali digunakan untuk menolak klaim dengan dalih tertanggung tidak mengungkapkan fakta material. Padahal, prinsip itikad baik dalam perjanjian asuransi berlaku dua arah, antara penanggung dan tertanggung,” jelasnya.
Ia juga menyoroti bahwa pemerintah dalam keterangannya di MK menyatakan bahwa penanggung wajib mengingatkan calon tertanggung akan kewajibannya memberikan informasi secara lengkap.
Kegagalan untuk melakukannya, menurut Fatiatulo, bertentangan dengan prinsip itikad baik.
Fatiatulo menilai PT GEGII gagal menjalankan proses seleksi risiko dengan baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Peraturan OJK No. 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen.
Selain itu, ketidakjelasan komunikasi terkait istilah teknis seperti loss ratio (L/R) dinilai sebagai bentuk jebakan.
“Tindakan PT GEGII menggunakan Pasal 251 KUHD bertentangan dengan prinsip itikad baik yang berlaku bagi para pihak. Apalagi, mereka tidak pernah menjelaskan singkatan L/R kepada tertanggung sehingga terkesan menjebak,” tutupnya.
Kasus ini menjadi sorotan karena mencerminkan perlunya evaluasi mendalam terhadap praktik tata kelola perusahaan asuransi di Indonesia serta perlindungan terhadap konsumen asuransi. (agr/muu)
Load more