Jakarta, tvOnenews.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menggelar kegiatan bertajuk ''Semarak Aksi Nyata Pengendalian Resistansi Antimikroba'.
Kegiatan ini digelar dalam rangkaian memperingati World AMR Awareness Week (WAAW) 2024 bertajuk 'Educate, Advocate, Act now' pada 18 hingga 24 November setiap tahunnya yang ditetapkan oleh WHO.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar mengatakan penggunaan antimikroba kini menjadi sorotan tajam bagi dunia.
Pasalnya, diperlukan penggunaan yang secara tepat dalam upaya mengendalikan kejadian resistansi antimikroba (AMR).
Bahkan, kata Ikrar AMR merupakan indikator ancaman utama bagi kesehatan masyarakat global dan pembangunan.
Menurutnya data WHO menunjukkan resistansi antimikroba bertanggungjawab atas 1,27 juta kematian di dunia.
“Data hasil pengawasan BPOM menunjukkan bahwa sarana pelayanan kefarmasian (apotek) yang melakukan penyerahan antimikroba, khususnya antibiotik, tanpa resep dokter dari tahun 2021 - 2023 berturut-turut berjumlah 79,57 pesen, 75,49 persen, dan 70,75 persen. Walaupun trennya menurun, namun tetap perlu kita waspadai karena rerata nasional penggunaan antibiotik tanpa resep dokter masih terbilang tinggi,” kata Ikrar dalam keterangannya, Jakarta, Sabtu (30/11/2024).
Ikrar menuturkan dalam program BPOM Ayo Buang Sampah Obat dengan Benar (ABSO dengan Benar) diperoleh data bahwa antibiotik ikut menjadi salah satu sampah obat yang diterima.
Menurutnya fakta tersebut perlu menjadi perhatian khususnya dikaitkan dengan ancaman AMR.
Ia memaparkan dampak dari adanya AMR menyebabkan infeksi seperti pneumonia, tuberkulosis, atau infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh bakteri resistan dapat menjadi sangat sulit atau bahkan tidak bisa diobati.
“Dampaknya juga terhadap sektor ekonomi. Infeksi yang lebih lama dan lebih sulit diob meningkatkan biaya perawatan kesehatan, termasuk biaya rumah sakit, perawatan intensif, dan obat-obatan. Selain itu, juga berdampak pada penurunan produktivitas kerja akibat meningkatnya angka kecacatan dan kematian akibat AMR,” ungkapnya.
Dalam upaya memerangi resistansi antimikroba tersebut, BPOM turut menggandeng para stakeholder terkait.
Menurutnya kolaborasi itu digagas dalam program Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba (RANPRA) 2020-2024 dan Rencana Aksi Nasional tahun 2025 -2029 yang masih dalam proses penyusunan.
“Melalui kolaborasi ini, kami juga mendorong peran pelaku usaha untuk ikut aktif dalam upaya pencegahan resistansi antimikroba melalui skema corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial dunia usaha,” ungkapnya.
Di sisi lain, Ikrar memastikan resistansi antimikroba merupakan ancaman bersama.
Karenanya, BPOM kembali memupuk setiap stakeholder untuk berkomitmen menangkal ancaman resistansi antimikroba tersebut.
“Pembacaan ikrar AMR ini saya harap bukan hanya sekadar janji, tapi dapat menjadi pemacu kita bersama untuk meningkatkan komitmen, semangat, dan motivasi untuk secara konsisten berperan aktif dalam pengendalian AMR,” pungkasnya. (raa)
Load more