“Ketua Umum PBNU tidak perlu risau atau gelisah dengan adanya gerakan MLB NU. Jika merasa tidak ada pelanggaran, seharusnya ia berani melakukan tabayyun dan berdialog terbuka dengan para tokoh NU yang menginisiasi MLB, bukan justru memobilisasi struktural untuk penolakan,” ungkap Jafar.
Dia juga menyoroti upaya Ketua Umum PBNU yang dianggap menggunakan pola pendekatan kekuasaan, seperti dalam pelantikan PWNU Jawa Timur, di mana seluruh PWNU dan PCNU dimobilisasi untuk menghasilkan pernyataan penolakan terhadap MLB NU.
“Sungguh cara-cara seperti ini jauh dari pendekatan ala ulama. Ketua Umum PBNU saat ini lebih condong menyelesaikan masalah dengan cara kekuasaan, bukan dengan keilmuan dan akhlak mulia,” kritiknya.
Jafar mengingatkan bahwa MLB diatur dalam Pasal 74 Ayat (1) AD/ART NU dan dapat dilakukan jika Rais ’Aam dan/atau Ketua Umum PBNU terbukti melakukan pelanggaran berat. Proses ini, menurutnya, bukan sesuatu yang serampangan, melainkan berlandaskan alasan yang jelas.
“Ketua Umum PBNU tidak perlu melakukan counter balik yang justru memperlihatkan haus kekuasaan. Jika memang pemimpin yang membumi dalam NU, ridho Allah SWT yang akan melindunginya, bukan rekayasa dan intimidasi,” imbuhnya.
Jafar menjelaskan bahwa MLB NU dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, sebagaimana diatur dalam AD/ART NU. Artinya, jika pengurus struktural PBNU memimpin MLB, maka hasilnya sah secara hukum dan dapat didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM.
“MLB NU adalah jalan legal yang diatur dalam AD/ART. Jika dilaksanakan dengan benar, maka hasilnya sah secara hukum. Ini menjadi langkah untuk mengembalikan marwah organisasi NU dan menjaga nilai-nilai ke-NU-an,” tandas Jafar. (agr/ree)
Load more