“Jika memang rakyat menginginkan kepemimpinan alternatif, maka gerakan tersebut seharusnya telah dimulai dan harus ada sejak proses pencalonan. Toh ada mekanisme perseorangan jika tidak mampu dan tidak menginginkan calon yang diusung oleh partai politik,” ungkapnya.
“Aspirasi atas kepemimpinan alternatif seharusnya tidak hanya pada saat proses pemberian suara. Namun, juga bisa mulai sejak awal di proses pencalonan. Akhirnya potensial juga negara dirugikan karena harus keluar biaya lagi untuk dilakukan pemilihan ulang,” tambah Irawan.
Dia berpendapat yang dipilih dan berhak dipilih di tempat pemungutan suara dan di dalam surat suara adalah calon yang sudah mengikuti proses pencalonan, bukan kotak kosong.
Sebab, menurutnya, negara sudah memberikan kesempatan yang setara dan kemudahan baik lewat jalur independen atau jalur partai politik.
Oleh karena itu, Irawan menilai tidak perlu lagi pertanyaan lanjutan untuk setuju atau tidak setuju terhadap calon yang sudah melalui proses demokratis.
“Meskipun untuk saat ini kita harus menghormati ketentuan konstitusional yang sedang berlaku mengenai dan keberadaan kotak kosong,” kata Irawan.
Lebih lanjut, dia menyebut mekanisme kotak kosong ini akan menjadi bahan evaluasi bersama antara penyelenggara Pemilu, pemerintah dan Komisi II DPR.
Load more