Jakarta - Mantan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin hari ini Senin (14/2) batal menjalani sidang putusan atas perkara suap mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) AKP Stepanus Robin Pattuju alias Robin.
Sidang yang dijadwalkan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta hari ini, harus ditunda hingga Kamis (17/2) karena dua hakim yang menangani perkara tersebut terpapar covid-19
"Rencana kami hari ini (putusan). Akan tetapi, ketua majelisnya pulang ke Makassar, di sana terpapar. Jadi sakit, ini baru saya konfirmasi juga hakim ad hoc Pak Zaini Bashir juga sakit sudah 2 hari, sepertinya terpapar COVID-19," kata anggota majelis hakim Fazhal Hendri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (14/2).
Ketua majelis hakim dalam perkara Azis adalah Muhammad Damis yang juga Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
"Oleh karena itu, saya diinformasikan dan supaya menyampaikan kepada jaksa penuntut umum (JPU) dan penasihat hukum (PH) beliau bahwa ketua majelis hakim sekaligus Ketua PN Muhammad Damis supaya persidangan ini ditunda pada hari Kamis, 17 (Februari), ya, mudah-mudahan bisa berjalan. Bisa sehat semualah, mudah-mudahan," kata hakim Fazhal.
Menurut Fazhal, ketua majelis juga sudah menjalani isolasi mandiri.
"Kalau ketua majelis sudah sehat, Pak Damis masa isolasi sudah selesai, tinggal terbang ke sini. Jadi, terdakwa para JPU dan PH jaga kesehatan Pak, mudah-mudahan tidak ada yang sakit," ujar hakim Fazhal.
Terhadap penundaan tersebut, Azis Syamsuddin pun tidak banyak perpendapat. "Selamat hari kasih sayang. Selamat hari kasih sayang saja," kata Azis singkat seusai sidang.
Pada sidang sebelumnya, Senin (24/1/2022), Azis dituntut dituntut 4 tahun dan 2 bulan penjara, ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan. Dia dinilai terbukti memberi suap senilai Rp3,099 miliar dan 36 ribu dolar AS sehingga totalnya sekitar Rp3,619 miliar kepada eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain.
Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 5 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik terhitung 5 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Lie Putra Setiawan, saat itu.
Lie mengungkapkan sejumlah hal yang dianggapkan memberatkan.
"Hal-hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, perbuatan terdakwa merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap Dewan Perwakilan Rakyat, terdakwa tidak mengakui kesalahan dan berbelit-beli dalam persidangan. Hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya," ungkap jaksa. Ner/Ant
Load more