Kedua, kandidat yang bertarung dianggap kurang pesonanya. Terutama di DKI Jakarta dan Sumatera Utara. Kandidat yang lebih favorit di daerah itu, seperti Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama di Jakarta, terhambat maju secara politik.
Ketiga, semakin tak yakin seberapa besar kepala daerah bisa mengubah hidup mereka. Semakin ada keyakinan keputusan penting yang berdampak dalam hidup mereka lebih ditentukan Pemerintah Pusat.
"Keempat, bertambahnya apatisme politik. Isu polarisasi politik, korupsi di kemewahan hidup sebagian pejabat negara, membuat apatisme politik meninggi," papar Adjie.
Golput juga memperkuat polarisasi. Demokrasi berubah menjadi pertarungan antar kelompok kecil, bukan arena konsensus bersama. Lebih buruk lagi, rendahnya partisipasi mendorong politik elitisme.
"Pilkada perlu kembali digairahkan. Kampanye edukasi politik harus dilakukan berkesinambungan, menggunakan pendekatan.kreatif seperti media sosial, drama, atau influencer. Pesan utamanya adalah: setiap suara adalah investasi untuk masa depan," pungkasnya. (ebs)
Load more