Jakarta, tvonenews.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi mengungkap penyebab maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia.
Menurut Arifah, meningkatnya kasus kekerasan ini yakni karena pola asuh orang tua yang kurang terarah. Pernyataan ini dapat diungkapkan Menteri Arifah usai dirinya menyambangi beberapa daerah di Indonesia.
"Yang ada dalam bayang kami bahwa saya turun di beberapa provinsi dan kota, salah satu penyebab kekerasan baik itu terhadap perempuan maupun anak-anak, salah satunya adalah karena pola asuh dalam keluarga yang sudah mungkin dalam tanda petik kurang fokus atau kurang terarah," tutur Arifah saat Kampanye Bersama Dare to Speak Up dalam rangka Peringatan 16 HAKTP Tahun 2024 di Taman Budaya Dukuh Atas, Jakarta Pusat, saat hari bebas kendaraan (car free day) Minggu (7/12/2024).
Selain itu, Arifah menjelaskan ada faktor penyebab kedua yang juga dapat menyebabkan tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Yang kedua adalah faktor dari media sosial," katanya.
Oleh karena itu, untuk menghadapi tingginya kasus ini, pemerintah melalui Kemen PPPA dan sejumlah lembaga Pemerintahan lain akan menghadirkan Ruang Bersama Merah Putih.
"Ruang Bersama Merah Putih ini yang ada dalam bayangan kami yang sudah rencanakan adalah bagaimana anak-anak ini bisa mengurangi penggunaan gadget dengan memfasilitasi beberapa hal," jelas Arifah.
Yang pertama adalah, Arifah menerangkan, pihaknya akan bekerja sama dengan Kementerian lain untuk memfasilitasi berbagai permainan tradisional bagi anak-anak.
"Karena kami melihat permainan tradisional ini mempunyai filosofi yang sangat tinggi. Permainan tradisional itu tidak bermain sendiri, mereka berkelompok, mereka harus bersama-sama, harus antre, tidak boleh curang dan yang paling penting adalah tidak membedakan ketika bermain mau agamanya kristen, hindu, buddha, protestan, mereka akan bermain bersama-sama," papar Arifah.
Ia menuturkan, hal ini adalah sebagai bentuk penanaman karakter anak-anak Indonesia.
"Bagaimana mereka bersama-sama dalam perbedaan latar belakangnya. Yang kedua, kami melihat bahwa anak-anak kita sekarang semakin tidak kenal dengan negerinya. Mereka punya idola dari luar, jauh dari Indonesia padahal kita punya R.A. Kartini, kita punya Pangeran Diponogoro, kita punya Soekarno, kita punya Hatta," beber Arifah. (rpi/iwh)
Load more