Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) juga mengonfirmasi hal ini, menegaskan bahwa peternakan industri intensif berpotensi memicu pandemi berikutnya jika tidak ada perubahan signifikan dalam praktik-praktik tersebut.
Tahun 2024 ini wabah flu burung kembali merebak di berbagai belahan dunia, dan Indonesia juga masih merupakan daerah endemis Flu Burung. Setiap tahun sejak 2005, sebagian besar wabah terjadi di belahan bumi utara, kecuali, menurut data World Organisation for Animal Health (WAHIS) , tiga tahun berturut-turut, pada tahun 2008, 2009, dan 2019 Indonesia menjadi negara yang melaporkan jumlah wabah akibat unggas, terbanyak.
Peternakan industri dengan kondisi yang padat dan kurang higienis, menciptakan lingkungan yang ideal bagi penyebaran penyakit seperti H5N1. Hewan-hewan hidup dalam kepadatan ekstrem dengan langkah-langkah biosekuriti yang minim, memperburuk potensi penularan penyakit tersebut.
Indonesia mencatat jumlah kasus dan kematian akibat flu burung (H5N1) tertinggi di dunia. Sejak virus ini pertama kali terdeteksi pada burung di awal tahun 2004, Indonesia menjadi pusat perhatian dalam upaya pengendalian wabah. Lebih dari 29 juta burung di seluruh Indonesia dimusnahkan sebagai langkah penanggulangan.
Kini, pemerintah terus memperkuat pengawasan dan langkah pencegahan, terutama setelah laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang infeksi H9N2 terbaru di India. Upaya ini menegaskan komitmen Indonesia dalam melindungi kesehatan masyarakat dan mencegah penyebaran virus ini lebih luas.
AFFA menegaskan bahwa solusi untuk krisis H5N1 sudah jelas: akhiri peternakan pabrik. Sistem ini menciptakan kondisi ideal bagi penyakit untuk berkembang dan menyebar ke manusia yang mengancam kesehatan global.
Untuk itu, AFFA mengajak semua pihak untuk bersama-sama mengambil langkah nyata: meningkatkan kesejahteraan hewan, memperkuat biosekuriti, dan beralih ke sistem pangan berbasis nabati. Solusi ini bukan hanya lebih sehat untuk manusia, tetapi juga lebih ramah bagi bumi yang kita tinggali bersama.
Load more