Jakarta, tvOnenews.com - Kasus pelecehan seksual yang melibatkan pria disabilitas asal Nusa Tenggara Barat (NTB), I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung atau yang akhir-akhir ini mencuat disebut Agus No Hands tengah menjadi sorotan tajam publik.
Pasalnya, meski memiliki keterbatasan fisik, ia diduga melakukan pelecehan terhadap 15 korban, termasuk anak-anak (anak di bawah umur) dan mahasiswi. Kejadian ini sontak menggegerkan masyarakat.
Polda NTB telah menetapkan Agus Buntung sebagai tersangka dan memulai proses hukum sejak Senin, 9 Desember 2024.
Kemudian, yang lebih mengejutkan, sebagian besar korban adalah mahasiswi perguruan tinggi.
Namun, apa sebenarnya motif di balik aksinya yang membuat korban berasal dari kalangan terdidik? Simak penjelasannya berikut ini.
Menurut Komisi Disabilitas, Agus Buntung diketahui melakukan profiling sebelum memilih korbannya.
Ia cenderung menargetkan perempuan yang terlihat duduk sendirian di tempat umum, seperti taman.
“Pelaku tidak memilih korban secara acak. Ia memprioritaskan perempuan, mulai dari anak-anak hingga mahasiswi, yang duduk sendiri. Dia memanfaatkan asumsi bahwa mereka sedang galau atau menghadapi masalah,” ungkap salah satu perwakilan Komisi Disabilitas dalam wawancara di kanal YouTube Deddy Corbuzier pada Kamis, (12/12/2024).
- Modus: Bermain Simpati dan Mencari Kepercayaan
Agus Buntung diduga memanfaatkan kondisinya sebagai disabilitas untuk membangun simpati dari korban.
Ia sering menggambarkan dirinya sebagai sosok yang tak berdaya dan kerap diremehkan masyarakat.
“Awalnya, dia menunjukkan sisi iba—bahwa dia disabilitas, sulit beraktivitas, dan sering direndahkan. Dari situ, korban mulai merasa kasihan dan memberikan kepercayaan,” ujar narasumber tersebut.
Setelah berhasil mendapatkan simpati, Agus perlahan menggali informasi pribadi korban, termasuk hal-hal sensitif yang seharusnya bersifat rahasia.
Agus juga dikenal piawai memanfaatkan informasi yang diperolehnya untuk menciptakan ilusi bahwa ia dapat membantu korban menyelesaikan masalah mereka.
“Pelaku biasanya menebak-nebak masalah korban, membuatnya terlihat seperti orang yang paham persoalan. Korban pun percaya bahwa dia punya solusi,” tambah narasumber.
Dari analisis yang dilakukan, sebagian besar korban memiliki masalah psikologis yang membuat mereka lebih rentan terjebak dalam manipulasi Agus Buntung.
“Jika kita melihat latar belakang korban, secara psikologis mereka cenderung memiliki persoalan tertentu yang membuat mereka rentan,” jelasnya.
Kasus ini tidak hanya menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk lebih waspada, tetapi juga membuka diskusi tentang perlunya dukungan psikologis bagi kelompok rentan.
Bagaimana perkembangan kasus ini selanjutnya? Pantau terus berita terkini di sini! (aag)
Load more