Sebagai pihak terkait, MK diimbau tetap memperhatikan syarat ambang batas sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Pilkada terhadap kewenangan MK untuk mengadili perkara yang dimohonkan.
Dia juga menekankan pelanggaran-pelanggaran yang sudah diselesaikan oleh Penyelenggara Pilkada, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) tidak lagi diadili oleh MK.
“Maksudnya Perkara tersebut haruslah dianggap bukan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi, agar Mahkamah Konstitusi tidak dijadikan sebagai ‘Keranjang Sampah’,” terang Viktor.
“Bisa kita bayangkan dengan banyaknya jumlah perkara yang masuk, kalau MK harus memeriksa kembali dan memutus semua perkara-perkara yang sudah diselesaikan oleh lembaga penyelenggara pilkada,” lanjutnya.
Viktor menilai proses dismisal yang didahului dengan Rapat Permusyawartawan Hakim (RPH) dapat dijadikan bagian untuk memilah-milah perkara-perkara yang bisa dan tidak bisa ditangani oleh MK.
“Artinya proses dismisal haruslah menjadi instrumen MK dalam menyaring perkara-perkara yang bisa masuk dalam pemeriksaan pokok perkara dan putusan akhir,” tuturnya.(lkf)
Load more