"Sebuah simalakama buat pemerintahan saat ini, dijalankan akan memberatkan dan memicu banyaknya protes masyarakat, tidak dijalankan juga susah, itu sudah menjadi produk undang-undang," tuturnya.
"Yang kalau dibatalkan mungkin akan menimbulkan masalah lain atau jika ditunda hanya menyimpan masalah ke depannya, bukan menyelesaikan," tandasnya.
Lebih lanjut, Rudyono mendukung ide pengampunan koruptor. Namun mekanismenya harus benar-benar diatur dengan baik, untuk menghindari penyelewengan.
"Sedangkan pengampunan terhadap koruptor juga sesuatu ide yang sangat baik, malah lebih revolusioner dibanding negara-negara lainnya seperti China, Hongkong atau Singapura. Hanya skema kerjanya yang perlu dibuat dengan sangat baik dan memperhitungkan segala aspek sosial lainnya," papar dia.
"Misalnya, pengakuan dosa dengan menuliskan secara benar harta haram mereka, tanpa kecuali untuk diperhitungkan denda atau pengembalian uang haramnya kepada negara, dan setelah masa batas tenggang pengakuan dosa terlewati, maka penerapan sanksi tegas yang dijalankan," sambung Rudyono.
Hal ini, kata dia penting untuk dilakukan guna menghadirkan benang merah atas harta haram para politikus, birokrat dan bandit-bandit oknum penegak hukum serta peradilan.
"Mengingat keyakinan masyarakat bahwa, sebagian besar penyimpan haram itu justru berada pada politikus, 'birokrat, (perbaikan)' aparat penegak hukum, baik bersenjata atau tidak dan pejabat di lingkungan peradilan, yang kami yakini jumlahnya akan mencapai ribuan trilliun rupiah," ungkap Rudyono.
Load more