Terkait tindak pidana suap atau gratifikasi yang disangkakan kepada Firli Bahuri, maka harus ada pembuktian yang memenuhi unsur materiil sebagaimana disarankan oleh Jaksa.
“Harus benar-benar ada alat bukti yang menunjukkan peristiwa pidana korupsi itu. Misalnya, saksi yang melihat, mendengar, mengetahui, dan mengalami secara langsung atas terjadinya dugaan penyuapan, gratifikasi atau pemerasan. Itu harus ada bukti, kapan dan dimana dilakukan. Nah, ini yang bicara adalah saksi, yang bicara adalah alat bukti berupa surat atau petunjuk,” terangnya.
Lantaran penyidik Polda Metro Jaya tidak menemukan alat bukti yang kuat, dengan begitu Jaksa tidak punya keyakinan tentang kebenaran materiil.
Maka itu sebabnya, Jaksa mengembalikan berkas perkara Firli Bahuri kepada penyidik Polda Metro Jaya.
Sejatinya, kasus yang disangkakan kepada Firli Bahuri sederhana kalau memang penyidik menemukan alat bukti seperti petunjuk dari Jaksa.
“Kalau memang ada alat buktinya, perkara ini sebetulnya simpel. Misalnya, jelas waktunya, jelas tempatnya, jelas orang-orang yang bisa diperiksa. Ternyata belum dapat kan. Bisa jadi karena memang tidak ada alat buktinya. Alat bukti itu tidak dicari, tapi ditemukan. Artinya, alat bukti tidak bisa dikondisikan, tapi harus betul-betul nyata adanya,” pungkasnya.(lkf)
Load more