Jakarta, tvOnenews.com - Indonesian Police Watch (IPW) menilai institusi Polri tidak serius dalam mengusut kasus polisi peras penonton Djakarta Warehouse Project (DWP).
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso menjelaskan bahwa apabila benar Polri berencana mengembalikan uang hasil pemerasan Rp 2,5 Miliar kepada korban penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) hal ini membuktikan bahwa institusi Polri tidak serius menuntaskan kasus yang melibatkan anggotanya ke ranah pidana dan cukup berhenti di Komisi Kode Etik Polri (KKEP).
"Pasalnya, jika saja Institusi Polri adalah penyidik seperti yang diamanatkan oleh peraturan perundangan dan menurut hukum, maka uang yang disita itu adalah merupakan barang bukti hasil kejahatan," tutur Sugeng.
Sehingga, Sugeng memandang, jika uang yang disita dikembalikan, maka tidak ada barang bukti yang bisa dijadikan penyidik untuk menjerat pelaku yang juga anggota Polri tersebut.
"Penegak hukum tahu, bahwa barang bukti itu akan dibawa ke peradilan dan nanti hakim yang memutus perkara pemerasan terhadap Warga Negara (WN) Malaysia untuk menentukan, apakah uang yang disita dimasukkan ke kas negara atau dikembalikan kepada para korban atau dimusnahkan," terang Sugeng.
Sugeng menegaskan, polisi sebagai penyidik tidak memiliki kewenangan menetapkan status lebih lanjut atas barang bukti uang Rp2,5 milyar rupiah tersebut, selain menyita sesuai hukum dan menjadikannya sebagai barang bukti hasil kejahatan pemerasan.
"Kalau uang yang disita sebesar Rp 2,5 miliar dari 45 korban pemerasan WN Malaysia tersebut jadi dikembalikan, maka sama saja dengan meniadakan atau menghilangkan barang bukti untuk proses hukum," jelas Sugeng.
"Yang tentunya tanda tanya masyarakat serta akan menimbulkan kepercayaan publik terhadap institusi Polri akan merosot," tambahnya.
Sebab, Sugeng berpendapat, pemerasan yang dilakukan oleh satuan kerja di reserse narkoba secara berjamaah itu tidak akan diproses secara hukum. Padahal sudah terlanjur ramai di media sosial, baik di tanah air maupun di luar negeri.
"Dugaan tindak pidana pemerasan dalam jabatan dalam kasus DWP ini masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi yang tidak dapat diselesaikan dengan jalur Restorative justice. Hanya melalui proses pemeriksaan pidana," katanya.
Kata Sugeng, dugaan pemerasan dalam jabatan ini bisa didalami modusnya, motifnya, serta aliran dana kepada pihak lain.
Sugeng juga melihat adanya potensi TPPU bisa muncul karena uang hasil pemerasan tersebut ditampung pada rekening tertentu milik pihak-pihak lain.
"Oleh karena itu, Indonesia Police Watch (IPW) menilai yang dibutuhkan oleh Institusi Polri adalah ketegasan dan komitmen memberantas polisi-polisi nakal," ujarnya. (rpi/raa)
Load more