Sementara itu, Abdul menyebutkan bahwa pada tahun-tahun sebelumnya BNPB menggunakan pencatatan bencana hampir keseluruhan dari hasil rekap laporan darrah. Namun pada 2024, BNPB menggunakan mekanisme yang baru tentang pencatatan kejadian bencana.
“Jadi biasanya di BPBD itu hampir seluruh hal yang terkait dengan pertolongan dan kebutuhan masyarakat itu masuk dalam laporan kejadian bencana, tentu saja kita harus mengatur lebih baik definisi terminologi yang kemudian kita tuangkan dalam Peraturan BNPB No 1 Tahun 2023 yang kemudian diturunkan kembali dengan juklak tahun 2023,” terang Abdul.
Namun, Abdul menerangkan jika BNPB menggunakan pencatatan seperti tahun-tahun sebelumnya, maka secara keseluruhan didapati bencana di Indonesia naik dari tahun sebelumnya.
“Kalau kita pencatatan bencana ini tetap kita lihat seperti tahun-tahun sebelumnya, maka secara total seharusnya kejadian bencana di Indonesia kalo kita rekap secara keseluruhan itu ada 5593 atau naik dari tahun sebelumnya,” jelas Abdul.
“Tapi sekali lagi ini kita atur pencatatannya karena seperti halnya regulasi tentang Pemda bahwa ada desentralisasi kewenangan, dimana menurut Permendagri No 101 tahun 2018 bahwa salah satu dari komponen standar pelayanan minimum pelayanan daerah adalah penanggulangan bencana pada fase prabencana dan pada fase tanggap darurat,” sambungnya. (ars/dpi)
Load more