Jakarta, tvOnenews.com - Pakar hukum pidana korporasi dan korupsi dari Universitas Pelita Harapan, Jamin Ginting menyorot kasus PT Timah yang merugikan negara senilai Rp300 triliun.
Jamin mengingatkan pemerintah agar berhati-hati terkait penegakan hukum kasus PT Timah tersebut.
Pasalnya, ia menilai dapat berdampak buruk terhadap kondisi APBN dan investor yang akan menanamkan modalnya di tanah air pada sektor pertambangan.
Menurutnya kasus lima perusahaan yang ditersangkakan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dugaan korupsi tata niaga timah dengan kerugian Rp300 triliun hanyalah pihak yang menjalankan pekerjaan sesuai kontrak dengan PT Timah sehingga dinilai tak layak disematkan sebagai tersangka korporasi.
“Iya. Kalau dia menyuap pimpinan PT Timah untuk mendapatkan pekerjaan. Nah Itu korupsi. Itu bagiannya dalam tipikor. Atau pejabat di PT Timah yang merupakan penyelenggara negara menyalahgunakan kewenangannya gitu," kata Jamin kepada awak media, Jakarta, Jumat (10/1/2025).
"Jadi enggak bisa dinyatakan sebagai tipikor kalau hanya cuma terkait dengan kerusakan lingkungan di daerah IUP nya yang dikerjakan oleh swasta dan diminta pertanggungjawabannya sebagai tipikor. Nggak nyambung gitu, nggak ada kaitannya dengan tipikor harusnya ya,” sambungnya.
Jamin menuturkan Majelis Hakim tak ada dalam pertimbangannya menyatakan nilai kerugian senilai Rp300 triliun.
Sebab, kata Jamin, kerugian negara dalam kasus tersebut hanya diungkap dalam dakwaan saja.
Di sisi lain, Jamin turut meyinggung keberadaan Pasal 14 dalam Undang-undang Tipikor yang berfungsi sebagai penentu apakah perbuatan pidana lain dapat dianggap sebagai tindak pidana korupsi seperti merugikan keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
“Kita patuh dengan aturan yang sudah tertuliskan. Nggak boleh diabaikan. Jadi, sekarang ada paradigma seakan-akan kejaksaan itu berwenang untuk menyatakan Tipikor semua perbuatan yang terkait dengan penambangan ilegal, perambahan hutan, kerusakan lingkungan hidup. Jadi, dalam perluasan makna kewenangannya terlalu jauh. Semua ditarik Tipikor. Padahal ada undang-undang lain yang sudah mengatur secara jelas, Secara cermat, sudah mengatur. Tapi nggak pernah dipakai,” kata Jamin.
“Jadi, buat apa ada pidana dalam undang-undangan Lingkungan Hidup kalau semuanya dijadikan Tipikor. Kalau memang kerugian negara, ya pasti rugi. Nggak mungkin nggak ada rugi. Tapi nggak semua kerugian negara itu adalah tipikor. Kalau begitu, orang nggak bayar pajak, masukin aja tipikor,” lanjutnya.
Sementara itu, Pakar hukum pertambangan, Abrar Saleng turut menyorot adanya efek domino terkait kasus PT Timah.
Menurutnya efek domino itu terkait pengaruh investasi pada sektor pertambangan yang ada.
“Yang pasti dengan putusan - putusan hakim yang tidak mempertimbangkan aspek teknis dan hukum pertambangan itu akan mempengaruhi investasi pertambangan. Karena penambang-penambang akan takut ditipikorkan. Kalau dulu ada istilah kriminalisasi, kalau sekarang ini ditipikorkan. Kalau namanya korupsi kan semua takut. Karena korupsi itu perbuatan yang sangat tercela, bahkan di dalam hukum disebut extra ordinary crime,” kata Abrar.
"Kalau semua Tipikor, tidak ada lagi orang menambang. Dan ingat, bukan hanya Indonesia ada tambang, tempat lain juga ada. Malaysia ada, laos ada, kamboja ada. Ini mempengaruhi iklim investasi. Dan akan mempengaruhi penerimaan negara yang sangat besar, khususnya sektor migas dan minerba,” pungkasnya. (raa)
Load more