Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menyoroti tantangan pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan presidential threshold dalam Pemilihan Presiden (Pilpres).
Ia menyebut pemerintah masih dalam tahap konsultasi internal untuk menentukan pengaturan baru terkait pencalonan presiden.
“Memang belum ada rapat koordinasi secara langsung untuk membahas masalah ini, tapi konsultasi antar para menteri juga dengan parpol-parpol itu sudah terjadi untuk membahas implikasi dari putusan MK yang merupakan pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 itu,” jelas Yusril, saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (10/1).
“Karena pasal dinyatakan bertentangan dengan UUD 45, maka mau tidak mau diperlukan suatu pengaturan baru untuk pencalonan presiden tanpa threshold lagi,” sambung dia.
Yusril menegaskan bahwa meskipun threshold dihapus, MK telah memberikan panduan yang dikenal sebagai “constitutional engineering” untuk menjaga keseimbangan jumlah calon presiden. Panduan ini bertujuan agar jumlah calon tidak terlalu banyak, tetapi juga tidak terlalu sedikit.
“Katanya, jangan sampai terlalu banyak, tetapi jangan juga terlalu sedikit calon presiden. Misalnya, ada 30 partai politik peserta pemilu, apakah berarti maksimum 30 pasangan capres? Kalau 30 kan banyak juga,” tegas dia.
“Parpol-parpol kan bisa bergabung, tapi kalau bergabung juga 29 mencalonkan 1 orang, lalu yang 1 partai mencalonkan sendiri akhirnya cuma ada 2 pasangan calon lagi,” lanjutnya.
Namun, ia menambahkan bahwa prinsipnya adalah memberikan kebebasan bagi partai politik.
“Threshold tidak ada lagi, jadi satu parpol yang tidak mau bergabung, dia tidak bisa dipaksa. Kalau mau mencalonkan, silakan saja. Walaupun akhirnya mungkin 28 partai mencalonkan 1 orang, tapi dua partai lain mencalonkan masing-masing, ya itu hak mereka,” tuturnya.
Yusril juga mengingatkan bahwa tanpa pengaturan yang tepat, bisa saja terjadi situasi deadlock dengan hanya satu pasangan calon, yang akan menyulitkan pelaksanaan Pilpres.
“Kalau sampai muncul calon tunggal, itu masalah. Pilpres kan tidak mungkin dilaksanakan kalau hanya ada satu pasangan calon. Dalam mekanisme di UUD 45, kecuali kita pakai demokrasi tidak langsung oleh daerah, mungkin bisa aklamasi. Tapi kalau seluruh rakyat, itu masalah besar,” tegasnya.
Yusril menekankan pentingnya segera memecahkan persoalan ini agar Pilpres 2029 dapat berjalan lancar.
“Saya kira hal-hal yang krusial seperti ini memang harus dipecahkan supaya proses pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2029 nanti berjalan dengan lancar,” tutupnya.
Pemerintah dan DPR diharapkan segera merumuskan mekanisme yang mampu menjaga keseimbangan demokrasi tanpa mengurangi hak partai politik untuk mencalonkan presiden. (agr/raa)
Load more