Jakarta, tvOnenews.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, angkat bicara mengenai rencana pengadilan militer terhadap tiga prajurit TNI Angkatan Laut (AL) yang menjadi tersangka penembakan bos rental mobil di Tangerang.
Usman menilai langkah ini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.
Menurutnya, keputusan untuk mengadili prajurit aktif TNI dalam pengadilan militer atas kasus pidana umum ini menyalahi lima prinsip hukum dasar yang ada.
"Status militer yang dijadikan alasan untuk mengadili mereka di pengadilan militer kurang tepat," tegas Usman pada Minggu, (12/1/2025).
Pelaku Perlu Dihukum Berdasarkan Hukum Pidana Umum
Usman menjelaskan bahwa tindakan penembakan tersebut adalah pelanggaran hukum pidana umum dan hak asasi manusia, sehingga harus diproses melalui peradilan umum. Beberapa kaidah hukum yang dilanggar antara lain:
1. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan bahwa setiap warga negara harus diperlakukan sama di hadapan hukum.
2. Pasal 3 ayat 4 TAP MPR No. VII/MPR/2000 yang menyatakan bahwa prajurit TNI tunduk pada peradilan militer hanya untuk pelanggaran hukum militer, sedangkan untuk pelanggaran pidana umum, mereka harus diadili di peradilan umum.
3. Pasal 65 ayat 2 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI yang menegaskan bahwa prajurit TNI yang melanggar hukum pidana umum harus disidangkan di pengadilan umum.
4. Pasal 198 UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang mengatur bahwa kasus yang melibatkan pelanggaran hukum umum oleh anggota militer harus ditangani oleh peradilan umum.
5. Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori yang menyatakan bahwa peraturan baru mengesampingkan peraturan lama, sehingga UU TNI dan TAP MPR tahun 2000 mengesampingkan UU Peradilan Militer tahun 1997.
Kehendak Negara untuk Menegakkan Kesetaraan Hukum
Usman menambahkan bahwa meskipun revisi terhadap UU Peradilan Militer sangat diperlukan, fakta bahwa revisi tersebut belum terwujud selama dua dekade menunjukkan kurangnya keinginan pemerintah untuk menegakkan prinsip kesetaraan di hadapan hukum.
"Jika TNI tetap bersikeras mengacu pada UU Peradilan Militer, sebaiknya mereka menunggu keputusan Menteri Pertahanan dan Menteri Kehakiman," katanya.
Menurutnya, penggunaan alasan status militer hanya memperburuk kesan adanya kekebalan hukum bagi anggota TNI dan menciptakan ketidakadilan, terutama bagi keluarga korban.
TNI Tegaskan Pengadilan Militer untuk Tiga Prajurit Tersangka
Sementara itu, TNI tetap pada pendiriannya bahwa tiga prajurit TNI AL yang terlibat dalam kasus penembakan tersebut akan diadili melalui pengadilan militer.
Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen TNI Hariyanto, menegaskan bahwa karena ketiganya masih aktif sebagai anggota TNI, mereka akan menjalani proses hukum di pengadilan militer sesuai dengan Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Desakan publik agar prajurit TNI diadili di peradilan umum pun ditanggapi tegas oleh Hariyanto, yang menyatakan bahwa hal itu tidak dapat dilaksanakan karena mereka masih berstatus militer aktif.
"Sesuaikan dengan aturan yang ada," tambahnya, merujuk pada mekanisme hukum yang sudah diatur dalam undang-undang. (aag)
Load more