Medan, tvOnenews.com - Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara memanggil sejumlah pihak terkait insiden seorang siswa yang dihukum guru duduk di lantai selama proses pembelajaran akibat nunggak Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).
Pjs. Kepala Perwakilan Ombudsman RI Sumatera Utara, James Marihot Panggabean mengatakan bahwa pemeriksaan berlangsung di Kantor Ombudsman RI Sumut dengan hasil menunjukkan insiden tersebut tidak hanya melibatkan satu siswa.
Selain siswa dalam video yang viral, terdapat empat siswa lain di kelas yang sama yang juga mengalami keterlambatan pembayaran SPP.
Tambah James, pihak yang diperiksa meliputi Kepala SD Swasta Abdi Sukma, Juli Sari; Ketua Yayasan Abdi Sukma; dan Kepala Bidang SD Dinas Pendidikan Kota Medan, Bambang Sudewo. Langkah ini diambil untuk menanggapi laporan yang viral di media sosial.
"Dalam laporan tersebut yang kami terima, seorang siswa kelas IV terlihat duduk di lantai selama pelajaran berlangsung karena belum melunasi SPP hingga enam bulan. Sementara siswa yang menjadi sorotan dalam kasus ini menunggak selama tiga bulan,” kata James kepada tvOnenews.com, selasa (14/01/2025) di Medan.
Ia juga menambahkan bahwa siswa kelas IV tersebut memiliki seorang adik yang duduk di kelas I di sekolah yang sama.
Adik siswa tersebut juga menunggak pembayaran SPP selama empat bulan, namun tidak mendapatkan perlakuan serupa dari wali kelas.
Kesalahan Wali Kelas yang Tidak Sesuai Prosedur
Menurut James, hukuman yang diberikan kepada siswa kelas IV pada tanggal 6–8 Januari 2025 sepenuhnya merupakan kesalahan wali kelas.
Berdasarkan aturan sekolah, guru diwajibkan mengarahkan orang tua siswa yang menunggak pembayaran SPP untuk berdiskusi dengan kepala sekolah.
Namun, wali kelas IV memutuskan untuk menghukum siswa dengan memintanya duduk di lantai selama tiga hari tanpa berkoordinasi dengan kepala sekolah.
“Tindakan ini jelas melanggar prosedur yang telah ditetapkan. Berdasarkan rekaman CCTV sekolah, tindakan tersebut juga telah diakui oleh Kepala Sekolah SD Swasta Abdi Sukma dan Ketua Yayasan,” tegas James.
Pihak sekolah dan yayasan telah memberikan sanksi kepada wali kelas atas tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan tersebut.
Dana PIP Tidak Digunakan untuk Membayar SPP
Dalam pemeriksaan lebih lanjut, ditemukan fakta bahwa siswa kelas IV dan adiknya yang duduk di kelas I merupakan penerima Program Indonesia Pintar (PIP).
Namun, dana PIP tersebut tidak digunakan oleh orang tua untuk membayar SPP kedua anaknya.
“Pihak sekolah sebenarnya telah memberikan bantuan berupa pembebasan biaya pendidikan selama satu semester, dari Januari hingga Juni. Pembayaran SPP hanya berlaku untuk bulan Juli hingga Desember. Namun, tetap saja terjadi keterlambatan pembayaran, meskipun dana PIP telah diterima,” jelas James.
James menyayangkan bahwa dana PIP yang seharusnya digunakan untuk mendukung pendidikan anak-anak justru tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Ombudsman RI meminta Dinas Pendidikan Kota Medan untuk mengambil langkah serius dalam menangani kasus ini.
James menegaskan bahwa Dinas Pendidikan telah mengimbau melalui grup WhatsApp kepada seluruh kepala sekolah agar tidak membebankan masalah keterlambatan pembayaran SPP kepada siswa.
“Kami meminta agar imbauan tersebut diperkuat dengan Surat Edaran resmi dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan, sehingga masalah keterlambatan pembayaran SPP dapat diselesaikan langsung dengan orang tua siswa, bukan kepada siswa,” imbau James.
Lebih lanjut, Ombudsman RI juga meminta pihak sekolah untuk memprioritaskan pemulihan psikis siswa yang telah dihukum.
Selain mengalami perlakuan tidak pantas, siswa tersebut juga menghadapi tekanan karena insiden ini menjadi viral di media sosial.
“Kewajiban siswa adalah belajar dengan tenang dan mendapatkan pendidikan yang layak. Jangan sampai masalah seperti ini mengganggu mental para siswa lainnya,” tutup James mengakhiri. (zul/muu)
Load more