Prawitra juga meyakini jika kewenangan penyidikan diserahkan ke polisi dan penuntutan kepada institusi lain, seperti Kejaksaan. Dia mengatakan hal itu akan lebih baik bagi proses penegakan hukum.
"Dengan demikian, kejaksaan dapat sepenuhnya fokus pada tugasnya sebagai penuntut umum, tanpa dibebani oleh tugas-tugas penyidikan. Yang mana pada intinya jangan sampai suatu institusi dalam penegakan hukum menjadi lebih 'super' dari institusi lain karena ada kewenangan lebih yang diberikan padanya," ujarnya.
Prawitra mencontohkan, jika kejaksaan memiliki kewenangan untuk menyidik, batasan peran antara penyidik (polisi) dan penuntut umum (kejaksaan) menjadi kabur. Tumpang tindih ini, kata dia, dapat memperlambat proses penanganan perkara, memicu konflik antar lembaga, dan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pencari keadilan.
"Oleh sebab itu sudah seharusnya wewenang penyidikan sudahlah tepat ketika berada pada instansi Kepolisian saja sebagaimana hal hanya Kejaksaan dengan fungsi penuntutan, adapun apabila ada ketidakpuasan dari publik terhadap dua Lembaga tersebut ketika menjalankan fungsinya masing-masing, maka harusnya mekanisme supervisi mesti dilakukan dengan ketat dengan mekanisme reward and punishment, bukan menambah atau mengubah kewenangan dasar dari masing-masing institusi tersebut," terangnya.
Sebelumnya, Komisi III DPR mengagendakan penyusunan RUU KUHAP dilakukan pada masa sidang ini. Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan penyusunan ditargetkan selesai pada masa sidang ini yang berakhir pada 21 Maret mendatang.
"Komisi III DPR RI akan segera menyusun dan membahas RUU Hukum Acara Pidana atau KUHAP pada masa sidang ini. Kami targetkan proses penyusunan draf dan naskah akademik selesai pada masa sidang ini," kata Habiburokhman kepada wartawan, Rabu (22/1/2025).
Waketum Gerindra ini menyebut RUU KUHAP akan disetujui menjadi RUU inisiatif DPR dahulu. Kemudian, akan dilakukan proses pembahasan pada masa sidang berikutnya untuk disahkan menjadi UU.
Load more