Namun, penerapan formula harga Indonesian Crude Price (ICP) + Premium yang ditawarkan KKKS ke Pertamina membuat harga tidak ekonomis. "Akibatnya, banyak minyak bagian negara dan DMO diekspor, lalu diimpor kembali oleh Pertamina Patra Niaga dalam bentuk BBM. Ini adalah fakta ironis," ujar Yusri.
Yusri mendesak pemerintah untuk hadir dan menekan PT Kilang Pertamina Internasional agar mengurangi impor minyak mentah. "Kebijakan Menteri Keuangan harus mengatur bahwa minyak mentah bagian negara dan DMO dijual ke KPI dengan formula ICP + flat. Jika harga ICP lebih rendah, tentunya Pertamina diuntungkan," katanya.
Ia juga menyoroti kebijakan pemerintah yang berhasil menekan harga jual gas untuk tujuh industri melalui skema Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar USD 6 per MMBTU. "Ironisnya, kebijakan serupa belum diterapkan untuk kilang Pertamina," tambah Yusri.
Tidak ada alasan bagi KKKS untuk mengekspor minyak bagian negara hanya karena Pertamina menolak harga ICP + Premium. "Pemerintah bisa meningkatkan penerimaan negara melalui peningkatan lifting minyak nasional, bukan dari margin premium penjualan MMKBN. Harga minyak dan nilai tukar sangat memengaruhi hajat hidup rakyat," ujarnya.
Sebagai langkah konkret, Yusri menyatakan bahwa CERI akan segera menunjuk tim hukum untuk mempersiapkan gugatan atas kebijakan SKK Migas terkait PTK 065/2017. Gugatan ini diharapkan dapat mendorong kemandirian energi yang sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. (ebs)
Load more