Lebih lanjut, Eddy mengatakan pra peradilan harus dilakukan dengan adil. Ketika seseorang mengajukan gugatan pra peradilan, proses hukum itu harus dihentikan untuk sementara waktu.
Dia memandang, yang terjadi saat ini adalah pra peradilan gugur ketika masuk pemeriksaan sidang. Ditambah lagi dengan putusan MK yang menyatakan pra peradilan bisa gugur ketika berkas sudah diberikan kepada penuntut umum.
“Saya kira, karena ia melakukan interupsi terhadap upaya paksa yang dilakukan, maka seharusnya itu distop, dihentikan untuk sementara waktu sampai putusan pra peradilan. Supaya tidak alasan lagi diulur-ulur waktunya, sementara perkara itu berjalan terus sampai tahap penuntutan kemudian hakim menggugurkan dengan alasan perkara sudah masuk ke tahap berikutnya,” tutur Eddy.
“Saya kira ini tidak adil karena ini tidak memberikan perlindungan terhadap HAM,” tambahnya.
Kemudian yang menjadi perhatian dalam KUHAP baru, lanjut Wamenkum, adalah tentang PK. Tunggakan perkara di Mahkamah Agung (MA) saat ini sebanyak 31 ribu, sedangkan jumlah Hakim Agung tidak sampai 50 orang.
“Di Indonesia ini menganggap PK sebagai peradilan tingkat empat. PK bisa berkali-kali berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, padahal di dalam sistem peradilan pidana ada asas perkara pidana itu harus ada akhirnya,” terang Eddy.
“Ya kalau itu diulang-ulang PK, lalu kepastian hukumnya di mana? Kita harus membatasi PK. Saya kira KUHAP harus membatasi itu,” imbuhnya.
Load more