Jakarta - Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy 2 kali mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan alasan sakit.
"Terkait penjemputan yang dilakukan oleh Satgas penyidik di rumah sakit, jadi awalnya memang ini adalah panggilan kedua sebagai tersangka dan yang bersangkutan atau melalui pengacaranya membuat permohonan untuk ditunda dengan alasan sakit," ungkap Karyoto saat konferensi pers bersama Ketua KPK Firli Bahuri, Jumat (13/5/2022) malam.
Menurut Karyoto, sakit dalam istilah undang-undang adalah alasan yang patut dan wajar sesuai dengan keadaan. Namun, saat diawasi oleh KPK, Richard ternyata bisa melancong ke pusat perbelanjaan.
"Pada saat dilakukan pengawasan kemarin itu hanya cabut jahitan dan suntik antibiotik, kemudian masih sempat jalan-jalan di mall artinya ini dalam keadaan sehat," tambah Karyoto.
Dia juga mencoba menunjukkan bahwa tersangka dalam keadaan sehat sehingga layak diperiksa dan ditahan.
"Rekan-rekan media bisa melihat bagaimana beliau malam ini berdiri 20 menit lebih masih cukup kuat, cukup sehat. Kalau orang tidak sehat dari viral sense bisa kelihatan," ujarnya pada wartawan di Gedung Merah Putih.
Karyoto menegaskan, menjadikan sakit sebagai alasan mangkir, akan merugikan Richard.
"Kalau beralasan berarti ada hal-hal yang sifatnya itiqadnya tidak baik untuk menghindari panggilan," katanya lagi.
Richard Louhenapessy telah ditetapkan sebagai tersangka bersama staf tata usaha pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanusa (AEH) dan Amri (AR) dari pihak swasta/karyawan Alfamidi (AM) Kota Ambon sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel tahun 2020 di Kota Ambon, Maluku, dan penerimaan gratifikasi.
Atas perbuatannya, tersangka Amri selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Adapun tersangka Richard dan Andrew sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (act)
Load more