Dia mengatakan tindakan Kedubes Inggris tersebut menimbulkan keresahan masyarakat di Indonesia, terbukti dengan munculnya kritik dan penolakan dari berbagai kalangan, mulai dari DPR RI hingga organisasi keagamaan.
Selain itu, menurut dia, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri mengkritik dengan menyatakan bahwa Kedubes Inggris tidak sensitif dan menimbulkan kegaduhan serta polemik.
"Maka sangat wajar apabila Kemenlu memanggil Dubes Inggris untuk menyampaikan nota keberatan, dan tuntutan permintaan maaf agar tidak diulangi pada waktu berikutnya," ujarnya.
Dia mengingatkan satu peristiwa yang terjadi jauh sebelum pengibaran bendera LGBT di Kedubes Inggris di wilayah hukum Indonesia, yaitu adanya argumen Pemerintah Inggris di Pengadilan HAM Eropa dalam Kasus Al Skeini vs Inggris beberapa tahun lalu.
Ketika itu, menurut dia, sikap Inggris tidak mengambil langkah serius menindak pasukannya yang membunuhi warga sipil di Irak. Dan saat kasusnya dibawa ke Pengadilan HAM Eropa, Inggris menolak konvensi HAM Eropa digunakan dalam kasus tersebut dengan dalih peristiwa itu terjadi di luar wilayah Eropa, yakni di Irak.
"Padahal larangan untuk tidak membunuh warga sipil secara semena-mena merupakan HAM yang bersifat universial yang disepakati seluruh negara di dunia. Dan dalam kasus ini, Inggris justru menolak dikenakan sanksi hukum dikaitkan dengan HAM Eropa dengan dalih imperialisme HAM," katanya.
Sementara itu, menurut dia, dalam hal yang berkaitan dengan pengibaran bendera LGBT di Kedubes Inggris di Indonesia, justru pihak Kedubes Inggris mengabaikan faktor lokalitas HAM, tidak seperti saat membela diri dalam kasus Al Skeini. Padahal, menurut dia, LGBT bukan hanya ditolak di Indonesia, banyak negara yang sudah tegas menolak LGBT. (ant/ito)
Load more