Bahwa Sujel yang diurus tersangka BHL dan tersangka Taufiq dipergunakan untuk mengeluarkan besi atau baja dan baja paduan dari pelabuhan/dari wilayah pabean seolah-olah impor tersebut untuk kepentingan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dikerjakan perusahaan BUMN, yaitu: PT Waskita Karya (Persero) Tbk; PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk; PT Nindya Karya (Persero); dan PT Pertamina Gas (Pertagas).
"Dengan sujel tersebut, maka Bea dan Cukai mengeluarkan besi atau baja dan baja paduan yang diimpor oleh keenam korporasi," kata Ketut.
Kemudian, berdasarkan sujel yang diterbitkan Direktorat Impor pada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI, maka importasi besi atau baja dan baja paduan dari China yang dilakukan keenam korporasi dapat masuk ke Indonesia melebihi kuota impor dalam persetujuan impor (PI) yang dimiliki keenam korporasi.
Setelah besi atau baja dan baja paduan masuk ke wilayah Indonesia kemudian oleh keenam korporasi dijual ke pasaran dengan harga yang lebih murah daripada produk lokal sehingga produk lokal tidak mampu bersaing.
"Perbuatan keenam korporasi itu menimbulkan kerugian Sistem Produksi dan Industri Besi Baja Dalam Negeri (Kerugian Perekonomian Negara)," kata Ketut.
Dalam perkara ini BHL disangkakan dengan primer Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) joncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. Kemudian, subsider, Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau kedua, Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atau ketiga: Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(ant/toz)
Load more