Jakarta - Kisah istri Presiden RI ke-1 Soekarno, Inggit Garnasih menjadi kisah yang tak pernah terlupakan.
Kala itu, Inggit Garnasih dinikahi dan dijadikan istri kedua oleh Soekarno.
Adapun Soekarno menikahi Inggit pada 1923, jauh sebelum Soekarno menjadi presiden Republik Indonesia untuk yang pertama kalinya.
Adapun pernikahan Soekarno dan Inggit Garnasih saat itu disahkan melalui surat terangan kawin nomor 1138 dengan keterangan tanggal yang dicantumkan adalah 24 Maret 1923, bermaterai 15 sen, serta berbahasa Sunda.
Sebelum menikah dengan Inggit Garnasih, Soekarno sudah menikah dengan putri dari HOS Tjokroaminoto pada 1921 di Surabaya, yaitu Oetari, yang merupakan buyut dari musisi Maia Estianty.
Namun kala itu, Soekarno menikahi Oetari hanya untuk meringankan beban keluarga Tjokro.
Sementara itu, Inggit Garnasih juga berstatus sebagai suami seorang pengusaha yang aktif di organisasi Sarekat Islam, Haji Sanusi.
Nama Inggit Garnasih dikenal sebagai ibu kos Soekarno selama di Bandung.
Kala itu, Soekarno adalah mahasiswa di Technische Hoogeschool te Bandoeng, cikal-bakal Institut Teknologi Bandung (ITB).
Melansir buku berjudul Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1965), disebutkan Inggit dan Soekarno lama kelamaan akhirnya jatuh cinta karena sering bertemu.
Adapun Soekarno menganggap Inggit seperti sosok ibu, karena kerap mendengarkan buah pikirannya, memperhatikan pakaian, menyiapkan masakan, hingga membereskan makanan.
Hal itu berbeda dari Oetari. Di mana Soekarno saat itu menyebut hanya menganggap Oetari seperti adiknya.
Saking dekatnya dengan Soekarno, kala itu, Inggit Garnasih pun selalu bercerita tentang kisahnya bersama sang suami, Haji Sanusi.
Meski sama-sama masih berstatus menikah, akhirnya Soekarno meminta izin kepada suami Inggit Garnasih, Haji Sanusi untuk menikahi Inggit Ganarsih.
Akhirnya, Soekarno cerai dari Oetari, begitu pula Inggit bercerai dari Haji Sanusi yang sering bepergian karena sibuk.
Karena sadar pernikahannya sudah tak bisa dipelihara, Haji Sanusi tak mencegah pernikahan Soekarno dan Inggit.
Di sisi lain, Oetari pun menyadari pernikahannya tidak membawa kebahagiaan. Ia dipulangkan secara baik-baik oleh Soekarno.
Saat menikah dengan Inggit Garnasih, saat itu usia Soekarno masih 21 tahun, sementara Inggit berusia 33 tahun.
Sementara itu, berdasarkan buku "Bung Karno Panglima Revolusi" karya Peter Kasenda terbitan tahun 2014, Inggit disebutkan bahwa dia adalah sosok perempuan yang selalu ada dalam masa sulit Soekarno.
Soekarno pernah mendekam di Penjara Banceuy di Bandung, lalu dipindahkan ke Sukamiskin.
Selama itu lah Inggit terus mendukung suaminya tersebut, baik secara moral maupun materi.
Bahkan Inggit Garnasih juga kerap menjadi perantara bagi suaminya yang berada di penjara dengan para aktivis pergerakan nasional lainnya.
Ketika Soekarno diasingkan ke Ende, Flores sejak 1933, lalu diasingkan ke Bengkulu sejak 1938, Inggit selalu setia menemani. Meski begitu, pernikahan Soekarno dan Inggit tidak dikaruniai anak.
Selama pengasingan di Bengkulu, Soekarno akhirnya bertemu dan jatuh cinta dengan seorang perempuan bernama Fatmawati.
Tahun 1943, Soekarno menceraikan Inggit Garnasih karena sang Inggit tak mau dimadu. Singkat cerita, setelah dengan Inggit, Soekarno pun menikah dengan Fatmawati, ibunda dari Megawati Soekarnoputri.
Tak Ada Hasrat pada Oetari
Kisah cinta Soekarno dengan Siti Oetari merupakan salah satu kisah terunik yang pernah terjadi.
Kala itu, secara terang-terangan Soekarno mengaku, dia sama sekali belum melakukan hubungan suami istri bersama Oetari dengan beberapa alasan.
Awal mula perkenalan Soekarno dan Siti Oetari dimulai dari saat keduanya bertemu di rumah ayah Siti Oetari, Oemar Said Tjokroaminoto.
Saat itu Soekarno yang masih mahasiswa memang tinggal di rumah kos milik HOS Tjokroaminoto.
Melansir dari buku berjudul 'Istri-istri Soekarno' (Reni Nuryanti dkk/2007), Seoakarno kala itu berusaha mendekati Oetari, yang dipanggilnya dengan sebutan Lak.
Di suatu kesempatan, Soekarno tergerak hatinya untuk mengajak Siti Oetari jalan-jalan untuk menikmati senja di sore hari.
Saat itu, Siti Oetari pun tak menolak, dan setuju saat diajak pergi oleh Soekarno.
Pada saat Soekarno dan Oetari duduk bersamaan di sebuah tempat, Seokarno lantas memandang gadis manis itu dengan tatapan yang menggoda.
Soekarno tersenyum dan memperlihatkan pesonanya, rayuan maut pun terucap dari mulut pria berjuluk Bapak Proklamator Kemerdekaan itu.
"Lak, tahukah engkau bakal istriku kelak?"
Kala itu, Siti Oetari hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, menanggapi pertanyaan itu.
Adapun Soekarno kemudian kembali bertanya kepada Oetari.
"Kau ingin tahu?," tanya Soekarno.
saat itu Oetari yang penasaran pun bertanya kepada Soekarno.
"Di mana?," kata Oetari.
Soekarno pun dengan senang ahti menjawab pertanyaan Oetari itu.
"Kau ingin tahu? boleh, orangnya dekat sini. Kau tak usah beranjak karena orangnya ada di sebelahku," kata Soekarno.
Adapun Siti Oetari agak kaget mendengar jawaban Soekarno itu.
Dia hanya dapat tersenyum dan terdiam beberapa lama. Hingga sebuah kata pun terucap dari mulut Siti Oetari.
"Aku juga mencintaimu," ujar Oetari.
Kemudian, tak lama kemudian, Soekarno pun menikahi Siti Oetari.
Ternyata untuk Balas Budi
Pernikahan Soekarno dengan Siti Oetari itu ternyata bukan berlandaskan layaknya cinta sejati seorang pria kepada wanita.
Adapun Soekarno saat itu menyebut bahwa pernikahannya dengan Siti Oetari benar-benar tanpa adanya rasa 'birahi' seperti pada umumnya pasangan suami istri.
Dalam sebuah wawancaranya bersama Cindy Adams, Soekarno mengatakan bahwa pernikahannya dengan Siti Oetari dilakukan karena rasa hormatnya pada Oetari.
“Sampai ia (Tjokroaminoto) meninggal, ia tidak pernah tahu bahwa aku mengusulkan perkawinan ini hanya karena aku sangat menghormatinya dan menaruh kasihan padanya,” ungkap Bung Karno kepada Cindy Adams.
Blak-blakan bahkan Soekarno mengatakan bahwa ia sama sekali tidak pernah 'menyentuh' Siti Oetari.
Kala itu, Siti Oetari itu tetap dijaganya dalam keadaan suci.
“Kami tidur berdampingan di satu tempat tidur, tetapi secara jasmaniah kami sebagai kakak beradik,” ucap Soekarno.
“Bahkan kami satu sama lain sejujurnya tidak memiliki keinginan melakukan sebagai layaknya suami-istri. Maksudku, dia menyukaiku dan aku menyukainya, tapi perkawinan kami bukan didasari rasa birahi menyala-nyala," kata Soekarno.
Karena pengakuannya tersebut, kemudian munculah istilah 'janda perawan' dan istilah itu diberikan untuk Siti Oetari.
Meski begitu, dengan tidaknya mereka melakukan hubungan suami istri, bukan berarti Soekarno tidak menyayangi Siti Oetari.
Saat Oetari sakit, Soekarno panik dan merawat Siti Oetari sepenuh hati.
Adapun Soekarno merasakan sayang, dan bukan birahi.
Namun tak semua orang percaya pengakuan Soekarno.
Misalnya, penulis buku biografi Soekarno, Lambert Giebels, meragukannya.
Menurut Giebels, Siti Oetari yang secara fisik memiliki daya tarik dan masih muda tidak mungkin didiamkan Soekarno.
“Bahwa apa yang dikatakan (Soekarno) pada otobiografi itu adalah penghinaan bagi Oetari yang manis dan menarik itu," ucap Giebels, dikutip dari buku Istri-Istri Soekarno. (abs)
Load more