Jakarta - Runtuhnya rezim Soekarno yang kemudian digantikan dengan berkuasanya rezim Soeharto adalah salah satu kisah yang tak akan terlupakan oleh rakyat Indonesia.
Saat itu, kekuasaan Soekarno runtuh dan kemudian ambruk setelah terjadinya peristiwa pemberontakan G30S PKI pada 1965.
Adapun pada persitiwa G30S PKI itu, beberapa pejabat tinggi TNI mulai dari pangkat Letnan sampai dengan Jenderal, seperti Ahmad Yani menjadi korban beringasnya serangan kelompok tersebut.
Setelah peristiwa itu, Soekarno mulai kehilangan pamor, pemerintahan Soekarno pun perlahan digantikan Soeharto.
Jenderal TNI Soeharto dan Presiden RI ke-1 Soekarno. (Istimewa)
Adapun Soeharto naik jabatan menjadi Presiden RI ke-2 pada 1967, sedangkan Soekarno yang pamornya semakin jatuh, justru semakin merana.
Pengaruh Soekarno pun perlahan-lahan mulai dipreteli.
Melansir buku "80 Tahun Sidarto Danusubroto, Jalan Terjal Perubahan, Dari Ajudan Soekarno Sampai Wantimpres Joko Widodo", menyebut bahwa gerak-gerik Soekarno pun dalam pengawasan.
Soekarno sama sekali tak punya andil dalam pengawalnya.
Pengawal pribadi Soekarno yang sebelumnya Datesemen Kawal Pribadi (DKP) diganti menjadi Satuan Tugas Polisi Militer Angkatan Darat (Satgas Pomad).
Pada keterangan di buku tersebut, pergantian itu terjadi pada 16 Agustus 1967.
Kondisi Soekarno saat itu tentu saja sangat terpuruk. Pergantian tersebut secara tidak langsung membuat Soekarno kehilangan kekuasaan.
Sebab, DKP merupakan ring satu yang selalu menjaganya sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Kala itu, Perwira DKP yang masih setia pada Soekarno merencanakan untuk membantu Soekarno melarikan diri.
Soekarno ketika lengser dari jabatannya sebagai Presiden RI. (Istimewa)
"Karena Komandan DKP Ajun Komisaris Besar Polisi Mangil Martowidjojo sudah ditahan, Sudiyo dan beberapa perwira DKP bersama beberapa perwira Korps Komando Angkatan Laut/ sekarangn Marinir (KKO), sekitar 15 orang mengadakan rapat-rapat untuk merancang rencana melarikan Bung Karno dari tahanan," tulis Sidarto.
Rapat itu diadakan di rumah seorang loyalis Soekarno, AKBP Oetoro, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Sidarto mengaku diminta mengikuti pertemuan tersebut.
Menurut Sidarto, mereka mengundangnya karena menganggap dia adalah ajudan yang dekat dengan Soekarno.
Mereka pun menyampaikan pesan untuk Soekarno yang ditahan.
"Bilang pada Bapak, daripada Bapak meninggal dalam keadaan tersiksa seperti ini, lebih baik sama-sama kita," lanjut Sidarto.
Sidarto menyampaikan pesan itu kepada Soekarno. Ia terkejut sebab Soekarno pun tak menolak ajakan tersebut, alias setuju.
Menurut Sidarto, Soekarno bersedia dilarikan diri dari tahanan.
Bahkan, Soekarno juga menyampaikan sebuah pesan.
"To, kalau terjadi apa-apa dengan saya, beritahu Mega," kenang Sidarto menirukan ucapan Soekarno.
Menurut Sidarto, Megawati Soekarnoputri pun pada akhirnya mengetahui rencana ini.
Namun sayang, rencana tersebut akhirnya terbongkar.
Penyebab rencana itu terendus karena mata dan telinga pemerintah Soeharto mendengarnya.
Presiden RI kedua, Soeharto. (Istimewa)
"Rencana melarikan Bung Karno terbongkar karena saya rasa yang mendengar konspirasi ini cukup banyak sehingga mudah tercium aparat intelijen," kata Sidarto.
Buntutnya, Sidarto pun selama empat tahun diinterogasi oleh Tim Screening Kepolisian Pusat (Tenning Polsat), dan Tim Pemeriksa Pusat (Teperpu).
Kala itu, Sidarto dianggap sebagai penghubung Soekarno.
"Setiap ditanya tentang rencana ini, saya selalu membantah pernah lapor kepada Bung Karno. Saya ikut rapat dua kali dengan mereka karena solidaritas saja," kata Sidarto. (abs)
Jangan Lupa Subscribe YouTube Tvonenews.com:
Load more