Maria Elizabeth Cornet, menangis pilu sambil memeluk peti jenazah berbalut bendera merah putih itu. Dengan terisak-isak, Ia hanya bisa berkata,
Maria Elizabeth Cornet, perempuan berdarah Prancis tersebut seolah meratapi takdir putra satu-satunya itu, Pierre Andrias Tendean, yang gugur justru disaat Maria tengah merayakan ulang tahunnya pada 30 September 1965.
Setiap tanggal tersebut, jika ada kesempatan, Pierre selalu pulang ke Semarang, untuk turut merayakan hari ulang tahun ibunya. Kalau karena sesuatu hal ia tidak dapat pulang, biasanya mengirim surat atau telepon lebih dahulu.
Foto: Kapten Pierre Tendean (Wikipedia - IG @pierresangpatriot)
Tetapi pada tanggal 30 September 1965 itu, Pierre tidak pulang ke Semarang dan tidak pula memberikan kabar lebih dahulu, sehingga seluruh anggota keluarganya bertanya-tanya, lebih-lebih setelah mereka mendengar peristiwa G30S PKI, mereka sangat mengkhawatirkan nasib Lettu Pierre.
Mitzi, kakak perempuan Pierre, berusaha menelpon ke Jakarta via Bandung, tetapi tidak berhasil.
Mitzi langsung ke rumah adiknya, Rooswidiati. Disana ia mendapat penjelasan bahwa pada tanggal 1 Oktober Yusuf Rosak (suami Rooswidiati) telah menjemput Pierre di rumah Jenderal Nasution, tetapi dikatakan oleh penjaga bahwa Pierre sedang tugas dengan Nasution.
Load more