Jakarta - Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar angkat suara terkait dugaan pihaknya memberi sumbangan ke ISIS sebagai dana kemanusiaan.
Menurut Ibnu, pihaknya membenarkan jika memberi sumbangan kepada korban perang, termasuk ISIS.
Dia menjelaskan pihaknya tidak bisa memiliki wewenang guna menanyakan kemana tujuan bantuan tersebut.
Oleh karena itu, dia mengaku tidak mengetahui secara pasti aliran dana sumbangan ACT.
"Kalau ada alokasi dana yang mana. kami tidak pernah ada bantuan ke teroris. Sebab, kemanusiaan itu tidak boleh tanya ke siapa yang dibantu," jelasnya.
Selain itu, Ibnu menekankan pihaknya tidak berada dalam pengawasan Kementerian Agama (Kemenag).
Sebab, dia menuturkan ACT ialah sebuah lembaga yang semua izinnya diawasi Kementerian Sosial (Kemensos).
"Jadi, kami itu di bawah Kemensos, bukan Kemenag. Apa yang terjadi di lapangan dan organisasi, kami mendapat izin dari Kemensos," imbuhnya.
Sementara, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuka peluang untuk membentuk undang-undang tentang pengumpulan dana amal atau UU Charity menyusul dugaan kasus penyelewangan dana umat di lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Anggota Komisi VIII DPR RI fraksi PKB, Maman Imanulhaq mengatakan, kemungkinkan DPR RI membuat Undang-Undang Pengumpulan Dana Amal atau UU Charity untuk menanggulangi penyalahgunaan dana bantuan yang dilakukan.
"Kasus ACT ini sesungguhnya akan membuka semacam fenomena gunung es adanya lembaga yang mengatasnamakan kemanusiaan bahkan keagamaan untuk menguras dana donasi dari publik yang memang ingin berbuat kebaikan. Bukannya disalurkan, dana-dana itu malah kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi," ujar Maman kepada awak media di gedung DPR RI, Selasa (5/7/2022).
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan DPR bisa mengusulkan rancangan undang-undang tersebut apabila memang diperlukan aturan dan produk hukum.
"Kalau memang benar ya nanti diusulkan saja sebagai usulan Inisiatif DPR nanti kita lihat naskah akademiknya, kemudian nanti kita akan ajukan sesuai mekanisme yang ada di DPR," ujarnya.
Sebelumnya, ACT menjadi sorotan publik setelah terungkap melakukan penyelewengan dana donasi. Diduga lembaga kemanusiaan tersebut menyalahgunakan donasi untuk memperkaya para petinggi ACT, bahkan diduga turut menyalurkan dana donasi ke teroris.
Tak hanya itu, diketahui Aksi Cepat Tanggap (ACT) juga memiliki utang besar terkait program pembangunan 91 sekolah yang diketahui adalah sumbangan dari keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT-610 yang terjadi pada 29 Oktober 2018.
Sebagai bentuk kompensasi kepada keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air, Boeing mencanangkan program pembangunan 91 sekolah. Dana sebesar Rp 135 miliar telah disalurkan oleh Boeing kepada lembaga ACT, namun di pertengahan tahun 2021 program pembangunan sekolah tersebut sempat terhambat.
Pada akhirnya terungkap bahwa sebagian dana yang disalurkan oleh Boeing tersebut digunakan untuk membiayai program lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT). Ketika diminta keterangan, mantan petinggi lembaga tersebut justru menyampaikan bahwa hal itu sudah lumrah dilakukan.
Salah satu keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air bernama Neuis Marfuah mengatakan bahwa kompensasi dari Boeing digunakan untuk membangun Madrasah Tsanawiyah (MTs) di kompleks Pesantren Tasikmalaya, Jawa Barat, dengan bantuan ACT.
Namun, proyek pembangunan yang selesai pada akhir tahun 2021 tersebut justru terlihat asal-asalan dengan bahan bangunan berkualitas buruk.
Dugaan penyelewengan dana umat menjadi bahan perbincangan publik usai akun Twitter @ayang_utriza, mengunggah cuitan mengenai pemberitaan di sebuah majalah yang mengungkap dugaan penyelewengan di lembaga ACT.
Sering ditegaskan agar @DivHumas_Polri @Kemenkumham_RI @kemendagri membongkar dana ZIS yg dikumpulkan Aksi Cepat Tanggap yg diduga dikirim ke LSM teroris & u/memperkaya pribadi-2.
Cabut izin ACT, tangkap pengurusnya, & sita semua uang ZIS ACT: kembalikan ke umat via @Kemenag_RI pic.twitter.com/2O870nR3qY— Ayang Utriza Yakin (@Ayang_Utriza) July 3, 2022
(lgn/put)
Load more