Sehingga jika ada sebutan nama lain, seperti Ahmad Lussy atau Matlussy mereka adalah sosok atau pribadi yang berbeda dengan Thomas Matulessy karena mereka memiliki peran yang berbeda dan tidak bisa disamakan dengan Thomas Matulessy yang menjadi central dari peristiwa peperangan di Pantai Waisisil dan peperangan peperangan lain di Kawasan Lease, khususnya di Pulau Saparua.
Dengan demikian dirinya menegaskan tradisi lisan dan penceritaan atau tuturan yang sengaja dikembangkan tanpa bukti akurat adalah pembiasan dan cenderung subjektif.
“Seandainya saat itu Pattimura tidak diangkat sebagai pahlawan nasional, apakah ada polemik seperti ini, yang pasti ada sejumlah negeri atau daerah di Maluku yang mengklaim bahwa Pattimura berasal dari daerah mereka dan dilokalkan dengan gelar masing–masing daerah, bahkan tak tanggung–tanggung konten Youtube pun digunakan untuk menyampaikan bahwa Pattimura berasal dari Buton.” ulasnya.
Terhadap hal itu, Dosen pada Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Pattimura ini menekankan bahwa Thomas Matulessy dalam prefektif Nirlandosentris dianggap sebagai seorang pemberontak.
“Jadi ketika kita berpkir secara positif, pemikiran orang–orang tentang Pattimura adalah bentuk dari perjuangan bersama, yang kemudian berdampak pada klaim–klaim yang mengabaikan unsur pembiasan, kurang paham, serta tidak mendasar,” tegasnya lagi.
Saat yang sama, akademisi ini juga menyinggung terkait dokumen Raport Porto yang menurutnya juga menjelaskan tentang adanya pergeseran pasukan dari pulau sera untuk melakukan peperangan di Pulau Haruku dan pergeseran pasukan itu dilakukan di bawah perintah Thomas Matulessy.
Sehingga kalau memang ada anggapan tentang adanya keterlibatan tokoh yang bernama Ahmad Lussy memiliki kebenaran, tetapi perannya berbedah dengan tokoh central dalam peperangan itu, yaitu Thomas Matulessy. Dan bisa saja karena ada kemiripan nama, kemudian melahirkan pemikiran nama Thomas Matulessy adalah Ahmad Lussy, dan saya menduga hal itu bisa terjadi karena tradisi lisan tersebut.
Load more