Jakarta - Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi menyoroti maraknya kasus pencabulan yang belakangan menyasar para santriwati yang ada di Pondok Pesantren (Ponpes) di Indonesia.
"Makanya cara-cara yang terkesan eksklusif terkesan tertutup dan sebagainya itu juga mohon diubah. Karena seperti itu kan seolah-olah mendatangkan kesempatan, karena suatu tindak kejahatan bukan hanya karena niat pelaku, tapi karena adanya kesempatan," kata Kak Seto kepada tvonenews saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis (7/7/2022).
Menurut Kak Seto, sistem yang tertutup memberikan celah kurangnya pengawasan dan itulah yang membahayakan.
Ponpes Shiddiqiyyah Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. (tim tvOne)
"Nah kalau serba tertutup kurang pengawasan, apalagi pengawasan unsur orang tua seperti tidak boleh ditengok dalam beberapa bulan begitu, itu berbahaya sekali," sambungnya.
Selain itu, Kak Seto turut pula meminta setiap Ponpes dapat mendirikan struktur organisasi khusus perlindungan anak.
Hal itu ditujukan untuk dapat menjadi wadah pelaporan bagi pada santri dan santriwati jika didapatinya aksi tindak kejahatan.
"Perlu dibentuk semacam institusi perlindungan anak di tingkat yang paling dekat dengan anak di Pondok Pesantren. Institusi itu melibatkan unsur pimpinan, unsur ustadz dan unsur santri itu sendiri. Sehingga ada temannya atau santri mengeluh dapat cepat bertindak, lapor ke lembaga itu yang ada unsur santri," ungkapnya.
Kak Seto menuturkan pembentukan institusi itu perlu juga didukung dengan berbagai fasilitas yang memadai seperti kamera pengawas CCTV.
Menurutnya keberadaan CCTV dapat berdampak positif bagi pihak Ponpes maupun orang yang menitipkan sang anak yang sedang menimba ilmu.
"Kalau perlu juga ada semacam CCTV biar ada pantauan juga yang bersifat kontrol. Kontrol ini juga dapat berdampak positif misal anak ini nakal atau menyimpang, jadi dapat dipantau kedisiplinan sekaligus memantau ada gangguan atau tidak. Jadi harus mendapatkan kesempatan bagi orang tua memantau anaknya begitu," ungkapnya.
Tak cukup sampai di situ, Kak Seto turut mengimbau peran masyarakat yang aktif dalam melakukan pengawasan terhadap anak.
Sebab, kata Kak Seto, peran masyarakat lebih dapat memastikan keamanan anak dari tindak kejahatan tempatnya bermain hingga menimba ilmu.
"Melindungi anak itu perlu orang satui kampung istilahnya bersama-sama, bukan hanya tanggung jawab orang tua, bukan hanya tanggung jawab pimpinan Pondok pesantren misalnya, ya semuanya bisa," pungkasnya.
Diketahui, belakangan publik dihebohkan dengan adanya pengungkapan kasus pencabulan yang menyasar santriwati di Pondok Pesantren (Ponpes).
Ponpes Shiddiqiyyah Ploso, Jombang, Jawa Timur Ketika Dikepung Polisi (tvOne)
Teranyar, publik menyoroti kasus pencabulan terhadap santriwati yang dilakukan oleh Mochamad Subchi Azal Tsani (42) anak dari pemilik Ponpes Shiddiqiyyah Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Bahkan, guna menjemput paksa pelaku, pihak kepolisian hari ini, Kamis (7/7/2022) menerjunkan personel Brimob namun anak Kyai Ponpes itu belum juga ditemukan.
Kasus yang diduga melibatkan Mochamad Subchi Azal Tsani (42) itu terjadi pada 2017.
Ia masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) setelah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pencabulan dan pemerkosaan terhadap santriwati di Pesantren Majma´al Bahrain Shiddiqiyah.
Namun sejak mendapat panggilan kepolisian untuk pemeriksaan sejak tahun 2020, Subchi selalu mangkir.
Hingga akhirnya pada Kamis (7/7/2022) Subchi dijemput paksa. Penjemputan terhadao Subchi pun berlangsung dramatis.
Sebanyak 60 orang Diamankan Karena Menghalangi Penjemputan Terhadap MSAT (tvOne)
Polisi bahkan hingga terlibat bentrok dengan santri saat menyisir kompleks pesantren dan mengakibatkan seorang personel Brimob terluka.
Bahkan sebanyak 60 orang yang dianggap menghalangi tugas polisi pun akhirnya diamankan.(iki/put)
Load more