Pada tanggal 26 Juli 1945, tiga pemimpin negara yang tergabung dalam sekutu melaksanakan Konferensi di kota Postdam (Jerman) dan menghasilkan sebuah deklarasi mengenai kekalahan Jepang, yang kemudian dikenal dengan Deklarasi Postdam.
Deklarasi Postdam berisikan tentang semua penjahat perang harus diadili secara keras, termasuk mereka yang melakukan kekejaman terhadap para tawanan.
Pemerintah Jepang harus memberi kebebasan dan memberlakukan demokrasi, serta penghormatan atas hak-hak asasi manusia. Pemerintah Jepang juga diberikan kesempatan untuk memilih mengakhiri perang kepada sekutu dengan cara menyerah tanpa syarat atau memilih untuk penghancuran secara besar-besaran. Namun, Jepang menolak isi deklarasi tersebut.
Atas dasar sikap Jepang tersebut, Amerika kemudian menjatuhkan bom di dua kota, yaitu Hiroshima dan Nagasaki.
Bom nuklir yang disebut dengan ‘little boy’ dijatuhkan di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945 sementara bom nuklir ‘fat man’ dijatuhkan di kota Nagasaki pada 9 Agustus 1945.
Perbedaan Pendapat Antara Golongan Muda dan Golongan Tua
Pada tanggal 10 Agustus 1945 tokoh golongan muda, Sutan Syahrir mendengar berita tentang kekalahan Jepang dan kemungkinan akan menyerah kepada sekutu melalui siaran radio BBC.
Mohammad Hatta kemudian bertemu dengan Sutan Syahrir untuk membicarakan Proklamasi Indonesia.
Syahrir berpendapat bahwa Golongan Tua harus segera cepat memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, tetapi hal tersebut dibantah oleh Hatta. Perdebatan antara Hatta dan Syahrir menjadi polemik di antara golongan muda dan tua.
Soekarno dan Hatta menghendaki sikap yang kooperatif dengan Jepang, dimana hal-hal mengenai proklamasi harus dikonsultasikan dengan pihak Jepang.
Load more