Jakarta - Pemberantasan korupsi menjadi salah satu fokus G20. Sebagai kilas balik, pada tahun 2010 di Toronto, Kanada, negara-negara anggota G20 membentuk Anti-Corruption Working Group (ACWG) sebagai upaya meningkatkan standar transparansi, akuntabilitas, dan kontribusi G20 dalam perang global melawan korupsi.
Forum ini menjadi bentuk komitmen negara-negara anggota G20 untuk mempromosikan nilai-nilai antikorupsi ke dalam instrumen nasional maupun internasional, melalui rekomendasi yang komprehensif terkait dengan upaya negara anggota G20 untuk berkontribusi secara nyata terhadap pemberantasan korupsi.
Berkaitan dengan pencegahan korupsi, pemerintah Indonesia memanfaatkan teknologi digital sebagai sarana pencegahan korupsi. Dengan dukungan penetrasi internet yang cukup tinggi, pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia diproyeksikan akan terus tumbuh signifikan, bahkan akan melebihi negara-negara ASEAN lainnya.
Di tahun 2021, pertumbuhan ekonomi internet ASEAN tumbuh sebesar 49% (yoy) atau senilai US$70 miliar, di mana 40% pangsa pasarnya disumbang oleh Indonesia.
Sebagai salah satu motor penggerak perekonomian, ekonomi digital Indonesia turut didorong oleh pola konsumsi masyarakat sebagai pengaruh dari kondisi pandemi Covid-19. Pemanfaatan digitalisasi ini juga diharapkan mampu mendorong berbagai upaya Pemerintah, khususnya dalam upaya pencegahan korupsi, diantaranya melalui peningkatan layanan digital di berbagai sektor layanan publik.
“Upaya digitalisasi dan penggunaan teknologi digital di Indonesia sudah sangat masif sekali, sehingga bisa memenuhi prasyarat utama apabila kita ingin mendorong digitalisasi dari semua layanan publik sebagai upaya untuk pencegahan korupsi,” ungkap Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso dalam webinar Stranas PK bertema “Digitalisasi Sebagai Sarana Pencegahan Korupsi: Cegah Korupsi Komoditas dan Optimalisasi PNBP” secara virtual di Jakarta, Rabu (3/8/2022).
Di bidang ekspor dan impor, Pemerintah telah menyiapkan sistem digital yang telah terintegrasi untuk menerbitkan berbagai Perizinan Ekspor (PE) dan Perizinan Impor (PI), yakni melalui Sistem Nasional Neraca Komoditas (SINAS NK). Hal tersebut merupakan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2022 mengenai Neraca Komoditas, yang menegaskan bahwa penerbitan perizinan berusaha tekait ekspor impor harus dilakukan berdasarkan Neraca Komoditas.
Mulai Undang-Undang Cipta Kerja di tahun 2020-2021 lalu, Pemerintah juga sudah banyak menerbitkan Peraturan Pemerintah yang mengamanatkan berbagai penerapan SINAS NK untuk menangani sistem perizinan berusaha yang berbasis komoditas. Hal ini merupakan amanat untuk melakukan penyederhanaan, percepatan, dan transparansi dari semua perizinan untuk menjamin adanya kemudahan dan kepastian hukum dalam perizinan berusaha, khususnya di bidang ekspor dan impor.
Sebelum diimplementasikannya SINAS NK, Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PBUMKU) Ekspor Impor diatur di masing-masing K/L. Meski secara elektronik sistemnya sudah terdigitalisasi, namun data-datanya belum terintegrasi secara nasional. Kemudian, belum terdapat data acuan referensi/standar yang sama, termasuk masalah transparansi pada sistem antar lembaga, dan berbagai pertimbangan terkait rekomendasi teknis yang selama ini masih belum terintegrasi antar K/L.
Dengan adanya SINAS NK, semua K/L penerbit dapat mengintegrasikan berbagai perizinan berusaha di bidang ekspor dan impor, sehingga nantinya akan ada data referensi tunggal yang akan digunakan bersama. Kemudian, PBUMKU Ekspor Impor nantinya juga hanya melalui 1 platform yaitu SINAS NK, di mana akan ada jaminan kemudahan dan kepastian mengenai waktu, jumlah, dan bea perizinan.
Neraca Komoditas sendiri bertujuan mendukung penyederhanaan dan transparansi perizinan di bidang ekspor dan impor, menyediakan data yang akurat dan komprehensif sebagai dasar penyusunan kebijakan ekspor dan impor, memberikan kemudahan dan kepastian berusaha dalam rangka meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja, menjamin ketersediaan Barang Konsumsi bagi penduduk dan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk kepentingan industri, dan mendorong penyerapan komoditas yang memperhatikan kepentingan petani, nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, dan pelaku usaha mikro dan kecil penghasil komoditas lainnya. Dari sisi fungsinya, neraca komoditas ini akan menjadi dasar penerbitan seluruh PI dan PE.
“Itulah yang nanti akan menjadi hal baru ke depan. Kita berharap dengan digitaliasi Neraca Komoditas ini, betul-betul semua tujuan ideal yang tadi kita sampaikan bisa kita capai bersama-sama,” ungkap Sesmenko Susiwijono.
Dalam proses bisnis Neraca Komoditas, semua stakeholders akan terlibat bersama-sama menggunakan satu platform sistem nasional, sehingga selain melibatkan pelaku usaha dan K/L teknis di sisi hulu, akan ada Kementerian Perdagangan di sisi hilirnya sebagai penerbit perizinan PI dan PE, kemudian di tengah akan difasilitasi menggunakan platform yang sama di tingkat nasional yaitu SINAS NK.
Dukungan Stranas PK dalam penerapan SINAS NK ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018, di mana Stranas PK akan fokus kepada 3 hal yakni perizinan dan tata niaga, keuangan negara, serta penegakan hukum dan reformasi birokrasi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri merekomendasikan untuk segera menerapkan neraca komoditas untuk berbagai kajian terhadap ekspor dan impor dari beberapa produk yang sudah dilakukan kajian oleh KPK.
Pandemi Covid-19 lalu telah menjadi faktor pendorong akselerasi transformasi digital di Indonesia, diperkuat juga dengan potensi demografi yang dimiliki oleh Indonesia. Dengan demikian, seluruh perkembangan digital tersebut akan mendorong pemenuhan persyaratan bagi seluruh layanan publik untuk segera dilakukan digitalisasi, otomasi, dan juga penggunaan sistem elektronik. Demikian juga perkembangan dari sistem elektronik di semua K/L pusat dan daerah, termasuk SINAS NK, tentunya akan mendatangkan manfaat yang sangat besar bagi masyarakat.
“Karena itu, kalau kita lihat dengan adanya digitalisasi, otomasi dan sistem elektronik yang berhasil menerapkan berbagai aspek yang menyangkut transparansi, simplifikasi, integrasi informasi, demikian juga akuntabilitas dan governansi, akan semakin menguatkan opitimisme kita, bahwa salah satu fungsi utama di dalam melakukan pencegahan korupsi adalah menggunakan upaya untuk digitalisasi layanan publik khususnya menggunakan neraca komoditas yang terkait dengan perizinan impor dan ekspor,” kata Sesmenko Susiwijono. (rul/mii)
Load more