Jakarta - Bulan Agustus adalah bulan istimewa dan amat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Karena pada bulan ini, 77 tahun lalu Indonesia untuk pertama kalinya memproklamirkan kemerdekaan. Kata “untuk pertama kalinya” sengaja dituliskan untuk menegaskan bahwa proklamasi kemerdekaan dari belenggu kolonialisme dan imperialisme hanya terjadi satu kali yakni pada 17 Agustus 1945.
Sebelumnya tidak ada proklamasi kemerdekaan yang pernah diucapkan oleh siapapun. Padahal pendudukan bangsa asing atas gugusan kepulauan di Nusantara ini sudah berlangsung sejak lama dan dilakukan secara silih berganti sejak abad ke 16 yang dimulai dari masa pendudukan Portugis (Portugal), VOC, Belanda, Prancis, Inggris, dan Jepang.
Pertanyaanya benarkah sedemikian lama bangsa Indonesia dijajah? Apakah gugusan kepulauan yang kini sebidang dengan Indonesia seluruhnya dijajah Belanda pada saat yang bersamaan? Pertanyaan serupa juga sebenarnya disampaikan oleh Ketua Dewan Pengarah Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) ketika peringatan hari lahir Pancasila 1 Juni lalu.
Pertanyaan tentang apakah Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun harus dijawab dengan narasi akademis. Meskipun akan menghasilkan jawaban yang panjang. Tetapi namanya sejarah harus bertolak dari data yang akurat. Selain itu mungkin bagi kalangan umum akan kaget mendapati kenyataan bahwa bila pertanyaan penjajahan yang dimaksud ialah penjajahan terhadap bangsa Indonesia, maka akan diperoleh waktu yang jauh lebih singkat dari yang selama ini diketahui.
Lamanya dijajah
Kalangan umum pernah begitu lama meyakini bahwa Indonesia dijajah oleh Belanda selama 350 tahun. Adalah Presiden Soekarno yang mengungkapkannya dalam beberapa kesempatan. Ungkapan dijajah 350 tahun itu juga bisa ditemukan dalam buku Dibawah Bendera Revolusi.
Pendapat tersebut kemudian disanggah oleh sejarawan UI keturunan Belanda G.J Resink. Melalui bukunya berjudul “Bukan 350 Tahun Dijajah” Resink menilai narasi 350 tahun dijajah tidak lebih dari propaganda. Karena kenyataannya Indonesia tidak dijajah selama itu. Resink menguatkan karyanya melalui pendekatan hukum yang ditunjang dengan dokumen-dokumen perjanjian. Ia sampai pada kesimpulan bahwa ketika hegemoni kolonial bertahta, ternyata masih terdapat banyak otoritas lokal yang berdaulat.
Memang Indonesia sebagai konsep negara kesatuan belum ada ketika Belanda pertama kali datang pada tahun 1596. Dan lagi tidak semua wilayah yang kini sebidang dengan Indonesia dijajah secara bersamaan. Aceh dan Kerajaan Badung (Bali Selatan) saja baru takluk pada Belanda sekitar pertengahan dekade pertama abad 20.
Muncul pertanyaan apakah para sejarawan di luar atau sebelum Resink tidak mengetahui fakta historis tersebut? Saya tidak yakin. Sebab pengetahuan tentang “mitos” Indonesia dijajah selama 350 tahun sebenarnya bukan hal yang baru bagi para sejarawan. Mungkin yang lebih tepat bukannya tidak mengetahui, melainkan disebabkan oleh kurangnya perhatian sejarawan kita terhadap penelitian menyeluruh terkait durasi kolonialisme di kepulauan Nusantara.
Selain itu seperti yang disebutkan di atas, untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan uraian yang panjang yang mencakup konsep tentang perasaan kebangsaaan, cakupan wilayah yang pernah diduduki, keterhubungan antar pemangku otoritas di gugusan kepulauan Nusantara, hingga pembahasan seputar nomenklatur nama Indonesia itu sendiri.
Misalnya ketika VOC bercokol selama hampir 200 tahun lamanya (1602-1799) nama Indonesia sebagai entitas politik memang belum terbentuk. Bahkan ketika pemerintah Belanda mengambil alih kekuasaan dari VOC sejak tahun 1800 (diselingi Prancis dan Inggris) sampai satu abad kemudian, Indonesia masih terdiri dari beberapa kepingan otoritas wilayah yang belum bersatu.
Perasaan kebangsaan
Memasuki abad 20, kehidupan sosial dan politik di Hindia Belanda menjadi sangat dinamis. Banyak sejarawan menilai perasaan kebangsaan mulai terbentuk sejak awal abad ke 20 yang ditandai dengan berdirinya berbagai organisasi pribumi. Melalui organisasi pergerakan tersebut, kalangan pribumi memperoleh pengetahuan tentang pemikiran politik, dan konsep tentang bangsa yang merdeka.
Bila melihat pada proses lahirnya perasaan kebangsaan atau keindonesiaan dalam perspektif historis, maka kita akan memperoleh fakta bahwa bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda hanya kurang dari setengah abad lamanya. Belum lagi bila kita merujuk pada pengertian lahirnya perasaan kebangsaan yang satu melalui ikrar Sumpah Pemuda tahun 1928, maka durasi yang diperoleh hanya seperempat abad saja.
Dengan melihat fakta-fakta sejarah secara detail, kita akan memperoleh gambaran besar tentang periode kolonialisme yang dialami bangsa Indonesia secara nyata. Tetapi meski demikian kita tentu tidak dapat menyebut Soekarno telah menyebarkan kebohongan publik atas pernyataan 350 tahun Indonesia dijajah Belanda.
Soekarno nampaknya menghitung durasi lamanya Indonesia dijajah yang dikaitkannya dengan ketika pertama kali Belanda datang ke Banten tahun 1596. Memang bila hitungannya dimulai pada saat Belanda datang (1596) sampai tahun kemerdekaan (1945) hasilnya ialah 349 tahun. Atau 3,5 abad. Tetapi saat itu Belanda belum melakukan tindakan kolonialisasi.
Upaya kolonialisasi yang nyata setelah kedatangan Belanda baru terjadi enam tahun setelahnya, yakni ketika VOC didirikan pada tahun 1602. Itu pun secara administratif tidak bisa disebut sebagai penanda dimulainya otoritas kolonial atas nama kerajaan Belanda. Hal ini mengingat status VOC yang bukan sebagai negara atau kerajaan.
Dari sini kita bisa melihat bahwa sejarah akan membeberkan fakta-fakta yang terkait dengan banyak aspek mulai dari hukum administratif, luas teritorial daerah yang diduduki, serta kaitannya dengan kemunculan perasaan kebangsaan yang membuat kalangan awam mungkin menganggap hal tersebut terlalu rigid.
Tetapi perlu saya tambahkan bahwa “mitos” mengenai penjajahan Belanda selama kurang lebih 350 tahun juga tidak bisa dibantah seratus persen. Dengan lain perkataan, angka 350 tahun bukan benar-benar mitos.
Karena kenyataannya ketika pada masa awal berdirinya kekuatan asing entah atas nama Portugis, VOC, ataupun pada saat didirikannya Hindia Belanda memang sudah terdapat wilayah-wilayah yang sudah diduduki. Misalnya Maluku dan Jawa yang sudah mengalami getirnya pendudukan pada periode awal bercokolnya kolonialisme yang tentu tidak bisa kita hilangkan dalam narasi sejarah bangsa Indonesia.
Sejarah sebagai suatu disiplin ilmu memang harus senafas dengan narasi akademik yang berpijak pada data yang vital dan objektif. Tetapi bila sejarah dihadapkan pada konteks kebangsaan dan nasionalisme, akan sulit rasanya untuk meminggirkan realitas yang dialami oleh segelinitir wilayah pada periode awal pendudukan meski bangsa Indonesia saat itu belum terbentuk.
Sebagai konsekuensinya maka ikrar kebangsaan haruslah mengakomodir perjalanan historis dari tiap-tiap identitas budaya dan wilayah yang kini bersatu atas nama Indonesia. Ha itu pula yang mungkin tertanam dalam benak Presiden Soekarno ketika menyampaikan bahwa Indonesia dijajah selama 350 tahun.
*)Penulis Artikel: Hasan Sadeli, Mantan Aktivis PMII Lulusan Magister Ilmu Sejarah UI
(ant/ari)
Load more