Jakarta - Dalam lanjutan penyidikan kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, LPSK meminta keterangan dari istri tersangka Ferdy Sambo, yakni Putri Candrawathi.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) merasa dalam asesmen dan investigasi, istri Ferdy Sambo yakni Putri Candrawathi kurang kooperatif dalam memberikan keterangan. Putri memilih bungkam saat LPSK melakukan asesmen dan investigasi terkait dengan kasus kematian Brigadir J.
"LPSK merasa, ya memang kurang kooperatif ibu ini," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo saat dihubungi di Jakarta, Rabu (10/9/2022), seperti dilansir dari laman Antara.
Hasto mengatakan LPSK telah dua kali bertemu langsung dengan Putri untuk melakukan asesmen dan investigasi terkait dengan kasus kematian Brigadir Yosua. Namun, dari dua pertemuan itu, Putri memilih bungkam dan tidak memberikan keterangan apapun kepada LPSK.
Jika kedepan Putri Candrawathi tetap bungkam dan tidak kooperatif, maka besar kemungkinan LPSK akan membatalkan permohonan perlindungan yang telah diajukannya beberapa waktu lalu.
Hasto mengatakan apabila nanti permohonan perlindungan yang diajukan ditolak LPSK dan sewaktu-waktu yang bersangkutan ingin kembali mengajukan permohonan perlindungan, maka hal tersebut masih memungkinkan dilakukan.
"Kalau misalnya suatu saat Ibu P (Putri Candrawathi) ini merasa masih memerlukan perlindungan, ya bisa ajukan lagi," ujar Hasto.
Di sisi lain, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI meminta dukungan dari Komnas Perempuan untuk penyelidikan dan pendalaman dalam mengusut kasus dugaan kekerasan seksual yang menimpa istri Irjen Polisi Ferdy Sambo.
"Kami meminta kesediaan Komnas Perempuan untuk membantu dan mendukung proses penyelidikan dalam mengungkap masalah ini," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.
Menurut Taufan keterlibatan Komnas Perempuan bertujuan untuk mengedepankan standar hak asasi, norma hak asasi, dan sensitivitas terhadap korban agar bisa dipenuhi.
Wakil Ketua LPSK Achmadi mengatakan bahwa hasil dari asesmen yang dilakukan oleh LPSK terhadap Putri Candrawathi menunggu dari tim dan psikolog dalam beberapa hari ke depan.
“Kita akan menunggu dari tim dan psikolog, terutama psikolog, dari ahli, bagaimana hasilnya, dalam waktu beberapa hari ke depan,” ujar Achmadi kepada wartawan, Selasa (9/8/2022).
Terkait kondisi dari Putri Candrawathi saat LPSK melakukan asesmen, Achmadi belum bisa memberikan keterangan dan menegaskan bahwa hal tersebut masih menunggu dari psikolog yang merupakan ahlinya.
“Kita menunggu dari psikolog. Yang ahlinya. Kita nggak bisa mengatakan begitu, seperti itu. Kurang pas bagi LPSK untuk mengatakan itu,” tandasnya.
Diketahui Putri Candrawati memiliki waktu 30 hari untuk menjalani pemeriksaan permohonan perlindungan dirinya ke LPSK. Jika assessment tidak dilakukan melebihi waktu yang ditentukan maka permohonan perlindungan akan gugur.
Sebagaimana diketahui, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyampaikan update terkait dengan permohonan perlindungan dari istri Irjen pol Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, setelah yang bersangkutan dua kali urung hadir menjalani pemeriksaan di LPSK.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyatakan, sejauh ini LPSK telah menjalin komunikasi intens dan meminta kepada tim kuasa hukum Putri untuk dapat bertemu dan melakukan pemeriksaan assessment psikologis secara langsung. Bahkan membuka kemungkinan melakukan pemeriksaan di kediaman pribadi Putri Candrawathi.
Psikolog Anak, Remaja dan Keluarga Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Republik Indonesia, Novita Tandry pernah menerangkan kondisi psikologis Putri Candrawathi, pasca insiden meninggalnya Brigadir Joshua atay Brigadir J di Kompleks Perumahan Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) pekan lalu.
Novita mengatakan secara fisik kondisi Putri terlihat baik dan sehat. Namun secara psikologis, Putri mengalami guncangan yang cukup berat.
"Selama proses pendampingan nangis terus. Tingkat depresinya sedang ke berat. Dan memang kelihatan sekali setelah kejadian apalagi perempuan di posisi itu, saksi juga korban tentu terguncang sekali, sebagaimana manusia normal," ujar Novita pada Kamis (14/7/2022).
Novita memaparkan rentetan peristiwa mulai penodongan pistol, pelecehan seksual, hingga baku tembak yang mengakibatkan Brigadir Yosua tewas membuat ibu dari empat orang anak ini syok, terus menangis, dan juga mengalami kesulitan tidur.
"Karena kan mendengar, melihat kejadian langsung ya tembak menembak. Membuatnya trauma, syok enggak bisa tidur, tentu sangat terguncang sekali," imbuh Novita.
Selama proses pendampingan pun kata Novita, istri jenderal bintang dua itu masih menunjukkan kondisi yang belum stabil dan sulit berkonsentrasi, sehingga keterangan yang disampaikan belum detail.
"Saat memberikan keterangan masih terbata-bata, menangis terus. Jadi belum bisa mendetail," imbuhnya.
Novita mengatakan, korban sangat membutuhkan perhatian untuk dapat pulih dari rasa trauma yang dialami. Selain pada korban, proses pendampingan juga dilakukan kepada anak dan suami korban.
"Fokus saya adalah bagaimana memulihkan dia (korban) sebagai istri, sebagai ibu dari empat anaknya. Jadi pendampingan tidak hanya pada ibu, tetapi juga pada anak-anaknya. Karena, anak-anak masih sekolah, dan juga ada yang masih balita," terang Novita.
Ia memaparkan, seorang korban akan menjalani tahapan pemulihan dari trauma yang disebut DABDA, yakni Denial (Penyangkalan), Angry (Marah), Bargaining (Tawar-menawar), Depression (Depresi), dan Acceptance (Penerimaan). Adapun waktu proses pemulihan sangat tergantung pada kondisi korban.
"Kondisi korban sedang masuk posisi depresi, baru yang terakhir acceptance. Jadi sangat tergantung pada korban prosesnya," kata dia. (ito/ade/Mzn)
Load more