Tak lama kemudian saya dikirimi pesan di WhatsApp, 'Pak Plt tadi ninggalin apa nggak untuk kiai?' Saya bilang, 'ninggalin apa? Saya enggak tertinggal sesuatu di sana.' Mungkin ada barang cucu saya waktu itu saya bawa, 'oh enggak, nanti saja.'
Maka sampailah setelah keliling itu, ketemu (dengan yang mengirim pesan tadi) lalu dibilang pada saya, 'begini Pak PLT, kalau datang ke beliau-beliau (kiai) itu mesti ada tanda mata yang ditinggalkan.'
'Wah saya enggak bawa, tanda matanya APA? Sarung? Peci? Alquran atau apa?'
'Kaya enggak ngerti aja Pak Suharso ini,'
Then I have to provide it, everywhere! Dan setiap ketemu (kiai), Pak. Enggak bisa Pak. Bahkan sampai hari ini. Kalau kami ketemu di sana itu kalau salamannya itu nggak ada amplopnya, Pak, itu pulangnya sesuatu yang hambar. This is the real problem we are facing today," kata Suharso Monoarfa di acara Pembekalan Antikorupsi Politik Cerdas Berintegritas (PCB) untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Pernyataan Suharso tentang "amplop kiai" dianggap telah memicu kegaduhan.
"Berbagai demonstrasi yang masih berlanjut sampai saat ini dikarenakan sejumlah keputusan DPP-PPP atas hasil forum permusyawaratan partai baik di tingkat musyawarah wilayah maupun musyawarah cabang PPP, serta isu gratifikasi yang dilaporkan sebagai tindak pidana korupsi kepada KPK RI," sebut dokumen tersebut.
Load more