Jakarta - PARA Syndicate membaca PDIP tidak mungkin akan satu koalisi dengan Partai Demokrat dan atau PKS. Ada beban masa lalu terlihat dari relasi SBY dan Megawati yang renggang.
"Hubungan Pak SBY dan Bu Mega itu yah masih kaya gitu lah, dingin dingin sedap. Kemarin 17 Agustus juga, Pak SBY memilih ke Malaysia daripada menghadiri upacara bendera di Istana Negara," kata Ari Nurcahyo, Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Rabu (31/08/2022).
Hal tersebut menggambarkan urusan di antara mereka belum selesai, sehingga nampaknya agak susah dalam menjalin koalisi antar partai. Ari juga menerangkan beban ideologi dipastikan susah dalam membangun koalisi antara PDIP dan PKS, juga Partai Demokrat.
"Kalau PDIP masuk ke koalisi Gerindra-PKB, pasti nanti PKS ada di seberangnya dan Partai Demokrat, begitupun kalau masuk ke KIB," katanya.
PDIP bukan satu-satunya yang kontra ideologi dengan PKS tapi juga sebelumnya dengan PKB. Hal ini mungkin terjadi karena ada pragmatisme politik yang menentukan arah koalisi.
Sebelumnya Ari mengklasifikasikan pergerakan koalisi ke dalam empat kuadran, yaitu Kuadran I: Koalisi Indonesia Bersatu (Golkar-PPP-PAN), Kuadran II: Koalisi Gerindra-PKB, Kuadran III: PDIP, Kuadran IV: Koalisi Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS.
"Kunci koalisi di sini adalah arahnya ke mana, peran PDIP dan Nasdem juga akan menentukan," ungkapnya.
Penentuan arah koalisi ada PDIP ke Nasdem, PDIP ke Gerindra dan PKB, PDIP ke KIB, Nasdem ke Partai Demokrat dan PKS. Sedangkan skenario koalisi terdapat 2 poros yang menginduk ke Kuadran I dan II mendukung pilpres 1 putaran, dan 3 poros yang menginduk ke Kuadran 3 dengan peluang 2 putaran pilpres.
Di Kuadran I memiliki 148 kursi, Kuadran II sebanyak 136 kursi, Kuadran III 128 kursi, dan Kuadran IV 163 kursi. Sedangkan jumlah 20% dari kursi DPR adalah 115 kursi.
"Meskipun PDIP dapat maju sendiri tapi diperkirakan akan menggandeng partai lain, karna bagaimanapun kekuatan oposisi pemerintahan di parlemen itu perlu," tandasnya. (hsn/ppk)
Load more