"Nah, itu dia, kau masih berpikir yang bukan-bukan, Pierre kan sedang bertugas dengan Pak Nas, kenapa kau bertanya kepada Panglima segala?" tulis Masykuri dalam bukunya "Pierre Tendean" terbitan 1983/1984, mengutip kata-kata Maria Elizabeth.
Foto: Kapten Anumerta Piere Tendean bersama dengan kedua kakak perempuannya Mitzi Farre (duduk) dan Rooswidiati (Masykuri, "Pierre Tendean" - 1983/1984)
Dulu, saat Pierre Tendean masih ditempatkan pada medan berbahaya, menyusup ke dalam wilayah Malaysia dalam Operasi Dwikora di Kalimantan, Maria Elizabeth meminta putranya ditarik pulang dari garis depan. Ia ingin putra satu-satunya itu ditempatkan dalam zona aman dari perang.
Pierre Tendean, kemudian akhirnya ditarik pulang berkat permintaan ibunya itu dan ditempatkan dalam tugas baru, sebagai Ajudan Menhan Pangab, Jenderal Nasution.
Tapi ajal manusia siapa yang dapat menebak? sang Ajudan ganteng yang penuh talenta itu, akhirnya gugur, justru disaat ia berada di tempat yang dekat dengan ibunya.
Hari itu, Maria Elizabet Cornet menangis pilu sambil memeluk peti jenazah berbalut bendera merah putih. Dengan terisak-isak, Ia hanya bisa berkata.
"Pierre, wat is er met jou gebeurd? (Pierre, apa yang terjadi denganmu?)" isak Maria Elizabeth, dikutip dari penuturan Masykuri.
Maria Elizabeth Cornet, perempuan berdarah Prancis tersebut seolah meratapi takdir putra satu-satunya itu, Pierre Andrias Tendean, yang gugur justru disaat Maria tengah merayakan ulang tahunnya pada 30 September 1965.
Load more