“Kasihan juga ya, warga-warga di sini yang selalu mengeluarkan batu-batu setelah banjir. Itu kalau air sudah turun betul sehingga oto pikap saya bisa lewat. Itu makanya kita bayar jasa membersihkan kali saja,” kata Laurens sambil terkekeh.
Sementara itu Maksimus Jehasa membenarkan ada pungutan untuk pemilik motor dan mobil. Warga yang saban hari memikul motor menyeberangi Sungai Wae Musur mengaku, ia dan tiga orang rekannya memang tidak memaksa jika pemilik kendaraan membayar kurang dari Rp25 ribu untuk sekali lewat.
“Tapi rata-rata pemilik motor kasih 25 ribu itu termasuk barang bawaan,” tuturnya.
Dia mengaku, dalam sehari bisa meraup banyak uang tergantung banyaknya motor yang lewat. Hasil jasa pikul motor dan barang, sambung dia, dibagikan kepada empat orang.
“Rata-rata 50 motor sehari. Ada juga mobil tapi sekarang airnya masih tinggi, oto kecil tidak bisa lewat. Nah, uangnya dibagikan kepada empat orang,” terangnya.
Buat Jembatan Darurat
Maksimus mengatakan, dari hasil jasa pikul motor juga disisihkan untuk membangun titian pada musim kemarau. Menurut ayah empat anak ini, tiap tahun dia dan teman-temannya membuat jembatan kayu tapi jembatan darurat yang dibuat selalu tersapu banjir besar.
Load more