Manggarai Timur, NTT- Sungai Wae Musur membelah Desa Compang Ndejing, Kecamatan Borong dan Desa Bea Ngencung, Kecamatan Rana Mese, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur. Desa Lidi dan Satar Lenda merupakan dua desa yang bertetangga dengan Bea Ngencung.
Kondisi jalan sepanjang empat kilometer yang melintasi wilayah Compang Ndejing dan Desa Bea Ngencung sangat sulit dilalui kendaraan karena berbatu dan banyak genangan lumpur. Namun, meski sangat memprihatinkan, jalan tersebut merupakan satu-satunya akses dan poros ekonomi, sehingga mau tak mau harus dilewati setiap hari. Warga empat desa tersebut yang paling merasakan imbas dari jalan buruk ini.
Bicara tentang ironi sungai Wae Musur hari ini tidak saja tentang medan yang menjengkelkan, tetapi ada praktik pungutan yang harus ditanggung warga. Untuk menghemat waktu, mereka memilih menyeberangi sungai. Namun, pemilik motor harus membayar Rp25 ribu kepada sekelompok orang pikul motor.
Dalam kondisi normal kedalaman kali Wae Musur tidak lebih dari satu meter. Tapi jika hujan turun, Wae Musur pasti banjir. Tercatat sudah belasan korban jiwa dan ratusan ternak hanyut di Wae Musur.
Laurens Bana, salah satu warga yang selalu melintasi kali Wae Musur mengaku rela membayar Rp50 ribu pergi dan pulang. Sebagai pengepul hasil bumi dia mesti rutin menemui petani komoditi di Desa Lidi dan Desa Satar Lenda.
“Mau tidak mau ya harus datang ke desa-desa sebelah untuk mengumpul hasil bumi. Nanti kalau oto (mobil) sudah bisa lewat saya datang angkut cengkeh, cokelat, serta kemiri. Kalau datang saya pasti bayar 50 ribu rupiah PP,” katanya ketika berbincang dengan tvonenews.com di Wae Musur, Selasa (14/9) 2021.
Pria 48 tahun itu mengaku jika sudah bisa dilewati kendaraan roda empat, dia juga harus membayar Rp30 ribu kepada warga tukang membersihkan batu di Sungai Wae Musur.
“Kasihan juga ya, warga-warga di sini yang selalu mengeluarkan batu-batu setelah banjir. Itu kalau air sudah turun betul sehingga oto pikap saya bisa lewat. Itu makanya kita bayar jasa membersihkan kali saja,” kata Laurens sambil terkekeh.
Sementara itu Maksimus Jehasa membenarkan ada pungutan untuk pemilik motor dan mobil. Warga yang saban hari memikul motor menyeberangi Sungai Wae Musur mengaku, ia dan tiga orang rekannya memang tidak memaksa jika pemilik kendaraan membayar kurang dari Rp25 ribu untuk sekali lewat.
“Tapi rata-rata pemilik motor kasih 25 ribu itu termasuk barang bawaan,” tuturnya.
Dia mengaku, dalam sehari bisa meraup banyak uang tergantung banyaknya motor yang lewat. Hasil jasa pikul motor dan barang, sambung dia, dibagikan kepada empat orang.
“Rata-rata 50 motor sehari. Ada juga mobil tapi sekarang airnya masih tinggi, oto kecil tidak bisa lewat. Nah, uangnya dibagikan kepada empat orang,” terangnya.
Buat Jembatan Darurat
Maksimus mengatakan, dari hasil jasa pikul motor juga disisihkan untuk membangun titian pada musim kemarau. Menurut ayah empat anak ini, tiap tahun dia dan teman-temannya membuat jembatan kayu tapi jembatan darurat yang dibuat selalu tersapu banjir besar.
Kalau ada jembatan, ongkos yang dipungut pemilik kendaraan hanya Rp5 ribu saja.
“Itu gunanya uang-uang ini, kita sisihkan sedikit untuk bangun jembatan. Kalau ada jembatan cukup bayar lima ribu saja. Tapi kalau banjir datang jembatan itu terhanyut dan kita harus kumpul uang lagi dan buat yang baru,” sebutnya.
Bupati Bungkam
Simpang Sok, Kecamatan Borong hingga ke Desa Satar Lenda, Kecamatan Ranamese merupakan salah satu ruas dengan kondisi paling buruk selain yang terdapat di wilayah Kecamatan Poco Ranaka, Lamba Leda, Elar, Elar Selatan, dan Sambi Rampas saat ini.
Bupati, Wakil Bupati, maupun Sekda Manggarai Timur tidak merespons ketika dimintai tanggapan terkait jalan rusak dan kondisi Sungai Wae Musur yang sampai sekarang tak urung diperbaiki setelah banjir bandang menghancurkan tiga crossway di Wae Musur tahun 2012 lalu.
Padahal Jalur Sok-Satar Lenda berada tak jauh dari Lehong sebagai pusat pemerintahan Manggarai Timur. Jalur tersebut merupakan jalan menuju perbatasan dengan Kecamatan Satar Mese Kabupaten Manggarai.
Sudah lama sekali jalur tersebut tidak pernah diperhatikan lagi. Terakhir jalan tersebut direhabilitasi hanya sepanjang 700 meter pada tahun 2006 setahun sebelum Kabupaten Manggarai Timur dimekarkan dari Kabupaten Manggarai pada 2007 lalu.
Sungai Wae Musur adalah bagian dari jalur pantai selatan Laut Sawu Flores yang menghubungkan tiga kabupaten, Manggarai Timur, Manggarai, dan Manggarai Barat.
Karena kondisinya rusak parah, jalur tersebut makin jarang dilewati pengguna jalan lintas kabupaten. Jika mau ke Manggarai dan Manggarai Barat tetap melewati jalan negara dengan waktu tempuh 2 jam ke Ruteng dan 9 jam ke Labuan Bajo Manggarai Barat. (Jo Kenaru/act)
Load more