Atas dasar itu, Amerika kemudian ikut menyokong pemberontakan-pemberontakan militer yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia pada kurun waktu 1957-1958, seperti pemberontakan PRRI-Persmesta di Sumatera dan Sulawesi.
"Dukungan material AS menumbuhkan kepercayaan diri pada para pemberontak untuk menolak setiap penyelesaian yang dirundingkan. CIA memberikan uang muka sebesar $50.000 kepada Kolonel Simbolon di Sumatra Utara pada awal Oktober 1957 dan mulai mengirim senjata pada bulan berikut." ungkap Rossa.
Presiden Soekarno sendiri akhirnya menjawab pemberontakan itu dengan kekuatan militer. Di wilayah Sumatera, dengan cepat pemberontakan dapat dipadamkan, namun di wilayah Sulawesi, Soekarno butuh waktu lebih lama.
Dari pangkalan udara Manado Sulawesi Utara, yang dekat dengan pangkalan udara AS di Filipina, CIA melepas satu armada dengan delapan atau sembilan pesawat terbang yang diawaki pilot-pilot berkebangsaan Amerika, Taiwan, dan Filipina.
Armada udara kecil ini sangat merintangi tentara Indonesia dengan pemboman atas kapal-kapal dan pelabuhan-pelabuhan udara di seluruh kawasan Indonesia timur.
"CIA serta-merta menghentikan bantuan udaranya pada akhir Mei 1958 ketika seorang pilot Amerika, Allen Pope, ditembak jatuh dan ditangkap hidup-hidup sesudah melakukan pemboman atas kota Ambon. Serangan membabi buta yang membunuh sekitar tujuh ratus penduduk sipil." ungkap John Rossa.
Angkatan Darat dan Panggung Bentrokan Dengan PKI
Operasi inteligen dengan memecah belah Indonesia untuk menghadang blok komunis Soviet-China belakangan dirasakan tidak efektif, menyusul gagalnya setiap upaya pemberontakan. Amerika, menurut Rossa kemudian mengambil jalan lain, yaitu merangkul Angkatan Darat.
Sebuah dokumen Dewan Keamanan Nasional (NSC), “Laporan Khusus Tentang Indonesia” yang ditulis dalam Januari 1959, melihat Angkatan Darat sebagai perintang utama terhadap kekuatan komunis di Indonesia.
NSC menilai, kekuatan sipil nonkomunis di dalam partai-partai politik dengan dukungan Angkatan Darat bisa berbalik melawan partai komunis di gelanggang politik.
Load more