ADVERTISEMENT

LIVESTREAM
img_title
Tutup Menu
News Bola Daerah Sulawesi Sumatera Jabar Banten Jateng DI Yogya Jatim Bali
Foto arsip - Dalam foto arsip yang diambil pada 31 Mei 2020 ini Ratu Elizabeth II menunggangi kuda bernama Balmoral Fern di Windsor Home Park, London Barat. Ratu Elizabeth II wafat dalam usia 96 tahun pada 8 September 2022.
Sumber :
  • (Photo by Steve Parsons / POOL / AFP) (AFP/STEVE PARSONS)

Kepergian Dua Tokoh Berpengaruh di Dunia, Gorbachev dan Ratu Elizabeth II, Begini Sepak Terjangnya

Dalam waktu sembilan hari, dunia kehilangan dua tokoh yang sangat berpengaruh yakni, Mikhail Sergeyevich Gorbachev dan Ratu Elizabeth II
Senin, 19 September 2022 - 13:59 WIB

Jakarta - Dalam jangka waktu sembilan hari, dunia kehilangan dua tokoh yang sangat berpengaruh terhadap sejarah kontemporer internasional. Pertama, pemimpin terakhir Uni Soviet Mikhail Sergeyevich Gorbachev yang wafat pada 30 Agustus 2022. Kedua, Ratu Elizabeth II yang mangkat pada 8 September 2022.

Gorbachev sudah diistirahatkan untuk selamanya di tempat rehat terakhirnya di Astana Novodevichy di Moskow, tepat di samping mendiang istrinya, Raisa. Upacara pemakamannya tak semegah yang bakal didapatkan mendiang Ratu Elizabeth II.

Itu lebih karena tokoh bercitra positif di luar Rusia itu tidak terlalu diterima di dalam negerinya, termasuk di mata Presiden Vladimir Putin yang pernah menyebut runtuhnya Uni Soviet sebagai bencana geopolitik terbesar abad ini.

Sedangkan Ratu Elizabeth II akan dikebumikan di Windsor, Senin 19 September 2022.

Sri ratu akan dikebumikan lewat upacara pemakaman yang akan diadakan di Westminster Abbey yang bakal dihadiri para pemimpin dunia, termasuk Presiden Amerika Serikat Joe Biden.

Baik Gorbachev maupun Ratu Elizabeth II meninggalkan warisan dan kenangan bercampur aduk antara baik dan buruk, tergantung dari sudut mana masyarakat dan dunia melihatnya.

Namun di antara yang menarik yang bisa ditarik dari kiprah kedua tokoh dalam kaitannya dengan hubungan internasional dan khususnya dalam kerangka situasi dunia kontemporer di mana invasi Rusia ke Ukraina menjadi isu terpanas saat ini, adalah bagaimana kedua tokoh dikaitkan dengan kolonisasi dan dekolonisasi.

Gorbachev boleh mendapatkan puja puji dari pemimpin dan masyarakat global karena prakarsa dan aksinya dalam mengakhiri era mencekam yang membagi dunia hanya dalam dua kutub, dalam apa yang disebut Perang Dingin, setelah didahului oleh dua program terkenal yang membuka jalan kepada proses demokratisasi di Eropa timur, yakni glasnost (keterbukaan) dan perestroika (restrukturisasi).

Tapi di Rusia, Gorbachev lebih dilihat sebagai biang keladi dari runtuhnya imperium terbesar era modern, Uni Soviet, pada 26 Desember 1991.

Tentu saja itu pandangan rakyat Rusia, tetapi bagi negara-negara eks Blok Timur dan negara-negara eks Uni Soviet, kecuali Rusia, Gorbachev adalah pembaru yang memberi ruang untuk merdeka.

Negara-negara eks Blok Timur adalah Polandia, Cekoslovakia yang kini menjadi Ceko dan Slovakia, Hungaria, Rumania, Bulgaria, Albania, dan Jerman Timur yang kini sudah menyatu dengan Jerman Barat menjadi Republik Federal Jerman. Sebenarnya masih ada Kuba, Vietnam dan Mongolia termasuk dalam blok komunisme ini.

Sedangkan negara-negara eks Uni Soviet kecuali Rusia adalah Ukraina, Belarus, Moldova, Estonia, Latvia, Lithuania, Georgia, Azerbaijan, Armenia, Kazakhstan, Uzbekistan, Kyrgistan, dan Turkmenistan.

Bagi negara-negara itu Gorbachev adalah pemberi nafas kemerdekaan. Dia dikenang karena pendekatan pasifisnya yang menolak penggunaan senjata dan militer untuk meredam gerakan demokrasi yang mengharu biru sebagian besar negara-negara itu menjelang runtuhnya Uni Soviet pada 1991.

Bagi orang-orang seperti Vladimir Putin, tindakan Gorbachev adalah tak termaafkan.

Tetapi fakta menunjukkan pada era ini perang dan pendudukan wilayah atau mencengkeramkan pengaruh dengan kekuatan dan pemaksaan hanyalah menimbulkan perlawanan yang pada akhirnya meminta ongkos politik, sosial dan ekonomi yang sangat besar bagi kekuatan pemaksa itu sendiri, sampai kemudian membangkrutkan kekuatan itu sendiri.

Apa yang dilakukan Uni Soviet di Afghanistan dari 1979 sampai 1989 adalah contohnya. Tak ada insentif ekonomi dan politik yang bisa dipetik Rusia dari invasi itu. Sebaliknya petualangan gagal di Afghanistan menjadi prolog dari membusuknya sistem kekuasaan Uni Soviet sampai tak mampu mengimbangi Barat di matra-matra, selain politik dan militer yang tak pernah bisa dimenangkan Soviet, khususnya matra ekonomi.


Momen renung

Sebaliknya sumber daya ekonomi Soviet muntah tak terkendali ke mana-mana, sehingga menggerogoti fondasi negara.

Tak terbayangkan jika Gorbachev mengerahkan tentara untuk menggerus gerakan demokrasi di Eropa Timur pada akhir 1980-an sampai awal 1990-an.

Jika itu dilakukan, maka akan semakin memperburuk keadaan Soviet yang bukan hal mustahil menciptakan pertumpahan darah yang hebat, baik di negara-negara eks Blok Timur maupun eks republik-republik Soviet.

Fakta sejarah justru memperlihatkan Uni Soviet bubar tanpa ada satu pun negara yang hancur lebur. Mereka bubar dengan damai yang bahkan hampir semuanya kini memeluk demokrasi bebas, termasuk Rusia sendiri, seperti umum dipraktikkan banyak negara, termasuk Indonesia saat ini sejak berakhirnya era Orde Baru.

Akan halnya Ratu Elizabeth II. Ketika sang ratu naik takhta pada 1952, lebih dari seperempat total penduduk dunia berada di bawah imperium Britania.

Itu sama dengan sekitar 700 juta manusia, yang tersebar di Afrika, Asia, Timur Tengah dan Pasifik.

Selama 70 tahun menjadi kepala negara Kerajaan Inggris yang sejak awal abad 20 lalu sudah menurun pengaruh globalnya, luka kolonialisme masih tak terobati. Dia dikaitkan, baik dengan kolonialisme dan dekolonisasi.

Fakta bahwa selama menjadi kepala negara Inggris ada lebih dari 20 jajahan Inggris yang memerdekakan diri yang sebagian besar ditempuh dengan proses transisi kekuasaan secara damai, tidak memupus luka kolonialisme itu.

Itu khususnya menyangkut perbudakan, eksploitasi sumber daya, perampasan properti dan wilayah, dan penistaan-penistaan kemanusiaan lainnya.

Dan seperti kebanyakan negara eks kolonial, Inggris tak pernah meminta maaf atas masa lalunya yang hitam dalam kaitannya dengan kolonisasi.

Moses Ochonu, profesor studi Afrika pada Universitas Vanderbilt di Nashville, Tennessee, AS, menyebut kematian sang ratu menyisakan masalah kolonial yang tak terselesaikan. "Inggris tidak pernah sepenuhnya merasa bertanggung jawab atas kejahatannya (di masa lalu)," kata Ochonu kepada laman National Public Radio (NPR).

Di mata orang-orang seperti Ochonu, termasuk jutaan warga Afrika yang diangkut ke koloni-koloni Inggris di benua Amerika dan Karibia pada abad-abad lalu, mendiang Elizabeth II dianggap memiliki status ganda, yakni sebagai wajah kolonialisme dan sekaligus simbol dekolonisasi.

Elizabeth juga dianggap sebagai simbol penyangkalan Inggris terhadap kejahatan-kejahatan kolonialnya.

Kedua pemimpin mewariskan pesan bahwa pendudukan wilayah, apa pun alasannya, sudah tidak relevan lagi dengan zaman.

Pendudukan wilayah membuat negara hanya mengenal opsi perang, dan perang hanya menciptakan kehancuran dan kemunduran, selain menyemai dendam yang sulit terhapus sampai beberapa generasi yang ironisnya acap menjadi bibit untuk konflik di kemudian masa.

Dalam kaitan itu, kematian Gorbachev dan Ratu Elizabeth II semestinya menjadi momen untuk renungan global mengenai tata dunia baru di mana pendudukan wilayah asing dan perang haruslah dianggap sebagai produk masa silam yang tidak perlu didaur ulang.

Apalagi jika itu dilakukan hanya demi memenuhi ambisi dan versi geopolitik seorang pemimpin atau sebuah rezim yang memfantasikan romantisme masa silam.

Dalam dunia yang sudah semakin saling terkoneksi dan saling tergantung, perang atas nama revisi geopolitik sehingga pendudukan wilayah menjadi hal mutlak, harus dipahami sebagai laku yang hanya merugikan terhadap masyarakat global dalam skala yang jauh lebih luas dari sekadar negara-negara yang tengah berperang.

Buktinya, invasi Rusia di Ukraina telah memperburuk arus pasokan global, dari mulai energi sampai komoditas pertanian penting yang vital bagi kesejahteraan masyarakat di banyak negara berkembang dan miskin.

Beristirahatlah dengan tenang, Gorbachev. Selamat jalan Ratu Elizabeth. (ant/mii)

Temukan semua yang Anda butuhkan berkaitan ramadhan! Jadwal puasa, artikel, video, serta hadis & ayat harian

Komentar

Berita Terkait

Topik Terkait

Saksikan Juga

Jangan Lewatkan

Nahas, Main Petasan Berujung Petaka, Remaja di Driyorejo Gresik Alami Luka Bakar

Nahas, Main Petasan Berujung Petaka, Remaja di Driyorejo Gresik Alami Luka Bakar

Gara-gara bermain petasan atau mercon, TRP, seorang remaja 19 tahun asal Desa Kesamben Wetan, Driyorejo, Kabupaten Gresik, mengalami petaka.
Hari Raya Nyepi dan Idulfitri, 157 Ribu Lebih Napi dan Anak Binaan Dapat Remisi Khusus

Hari Raya Nyepi dan Idulfitri, 157 Ribu Lebih Napi dan Anak Binaan Dapat Remisi Khusus

Pemerintah melalui Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan berikan remisi khusus untuk narapidana bagi anak binaan pada Hari Raya Nyepi dan Idulfitri 2025.
BMA Anggarkan Rp251 Miliar Zakat dan Infak untuk 28.178 Mustahik

BMA Anggarkan Rp251 Miliar Zakat dan Infak untuk 28.178 Mustahik

Haikal mengungkapkan bahwa hingga saat ini, BMA telah menyalurkan Rp7,09 miliar dana zakat kepada 5.113 mustahik di seluruh kabupaten/kota di Aceh. Penyaluran dana zakat tersebut berdasarkan asnaf.
Raja Charles III Sempat Dirawat Akibat Efek Samping Pengobatan Kanker, Sejumlah Agenda Dibatalkan

Raja Charles III Sempat Dirawat Akibat Efek Samping Pengobatan Kanker, Sejumlah Agenda Dibatalkan

Raja Charles III dari Inggris dilaporkan sempat dirawat akibat efek samping pengobatan kanker pada Kamis (27/3/2025).
Tinjau KM 70 Tol Cikampek, Kapolri Pastikan Pelayanan Arus Mudik Lebaran 2025 Berjalan Maksimal

Tinjau KM 70 Tol Cikampek, Kapolri Pastikan Pelayanan Arus Mudik Lebaran 2025 Berjalan Maksimal

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta seluruh jajaran untuk memberikan pelayanan yang maksimal menjelang puncak arus mudik Lebaran 2025.
Belanda Menyesal Izinkan Ole Romeny Bela Timnas Indonesia? Kalau Tahu Sang Striker Jadinya Gacor, Mereka Pilih...

Belanda Menyesal Izinkan Ole Romeny Bela Timnas Indonesia? Kalau Tahu Sang Striker Jadinya Gacor, Mereka Pilih...

Setelah melihat penampilan gemilang Ole Romeny di Kualifikasi Piala Dunia, Belanda kini mulai menyesal telah izinkan striker Oxford United ke Timnas Indonesia?

Trending

Bahrain, Arab Saudi, dan Australia Bisa Bikin China Ogah Main di Stadion GBK, Katanya Kandang Timnas Indonesia Itu...

Bahrain, Arab Saudi, dan Australia Bisa Bikin China Ogah Main di Stadion GBK, Katanya Kandang Timnas Indonesia Itu...

Media China bahas soal peluang kalahkan Timnas Indonesia di Stadion GBK, China harus bisa menang lawan Skuad Patrick Kluivert pada pertandingan Juni nanti.
4 Kandidat Pemain Pengganti Marselino Ferdinan di Laga Timnas Indonesia Kontra China, Nomor 3 Dijuluki The Next Arjen Robben

4 Kandidat Pemain Pengganti Marselino Ferdinan di Laga Timnas Indonesia Kontra China, Nomor 3 Dijuluki The Next Arjen Robben

Sebanyak empat kandidat ini layak menggantikan Marselino Ferdinan yang absen di pertandingan Timnas Indonesia melawan China.
Waduh! Keputusan FIFA Ini Bikin Patrick Kluivert Pusing, Timnas Indonesia Dipastikan Pincang saat Jamu China

Waduh! Keputusan FIFA Ini Bikin Patrick Kluivert Pusing, Timnas Indonesia Dipastikan Pincang saat Jamu China

Keputusan FIFA bisa membuat Patrick Kluivert kepusingan karena Timnas Indonesia dipastikan pincang saat menjamu China.
Meski Gagal Lolos Langsung ke Piala Dunia 2026, Timnas Indonesia Tetap Terima Keuntungan Berlimpah

Meski Gagal Lolos Langsung ke Piala Dunia 2026, Timnas Indonesia Tetap Terima Keuntungan Berlimpah

Timnas Indonesia mendapat keuntungan berlimpah jika gagal lolos langsung ke Piala Dunia 2026 seusai menang tipis 1-0 atas Bahrain di Grup C, kemarin.
FIFA Berpotensi Beri Hukuman kepada Kiper Bahrain usai Acungkan Jari Tengah kepada Suporter Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2026

FIFA Berpotensi Beri Hukuman kepada Kiper Bahrain usai Acungkan Jari Tengah kepada Suporter Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2026

Kiper Bahrain, Abdulkarim Fardan terancam dihukum FIFA usai mengacungkan jari tengah ke arah suporter Timnas Indonesia.
Sebut Timnas Indonesia Tak Punya Harapan Lagi ke Piala Dunia 2026, Media Vietnam Minta Patrick Kluivert Siap-siap...

Sebut Timnas Indonesia Tak Punya Harapan Lagi ke Piala Dunia 2026, Media Vietnam Minta Patrick Kluivert Siap-siap...

Media Vietnam bahas soal peluang Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026, media Vietnam sarankan Skuad Patrick Kluivert untuk bersiap jika tak lolos babak ketiga
Tangan Kanan Erick Thohir Sampaikan Kabar Buruk soal Proses Naturalisasi Miliano Jonathans untuk Bela Timnas Indonesia 

Tangan Kanan Erick Thohir Sampaikan Kabar Buruk soal Proses Naturalisasi Miliano Jonathans untuk Bela Timnas Indonesia 

Anggota Exco PSSI, Arya Sinulingga akhirnya buka suara soal proses naturalisasi Miliano Jonathans untuk membela Timnas Indonesia.
Selengkapnya

Viral