Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) buka-bukaan soal dugaan korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe.
Menurut Mahfud, bukan hanya berupa gratifikasi bernilai Rp1 miliar, tetapi Lukas Enembe juga diduga mengorupsi dana hingga ratusan miliar rupiah.
"Saya sampaikan bahwa dugaan korupsi yang dijatuhkan kepada Lukas Enembe yang kemudian menjadi tersangka, bukan hanya gratifikasi Rp1 miliar. Ada laporan dari PPATK tentang dugaan korupsi atau ketidakwajaran penyimpanan dan pengelolaan uang yang jumlahnya ratusan miliar," kata Mahfud saat memberikan keterangan pers di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Senin.
Adapun dugaan tersebut, lanjut dia, ditemukan dalam 12 hasil analisis yang disampaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Di samping itu, lanjut Mahfud, PPATK saat juga sudah memblokir atau membekukan rekening Enembe sebesar Rp71 miliar. Ia menambahkan ada pula kasus korupsi lainnya yang diduga terkait dengan kasus Enembe ini, seperti tentang dana operasional pimpinan, pengelolaan PON, dan pencucian uang yang nilainya juga ratusan miliar rupiah.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyampaikan, pembekuan atau penghentian transaksi keuangan terkait kasus Enembe dilakukan pada 11 penyedia jasa layanan keuangan, seperti asuransi dan bank. Ia pun mengatakan, mayoritas transaksi keuangan oleh anak Enembe.
Lalu, Yustiavandana juga menyampaikan, 12 hasil analisis dari pihaknya itu telah diselidiki sejak 2017 dengan beragam variasi kasus. Di antaranya, setoran tunai dan setoran melalui pihak-pihak lain yang jumlahnya mencapai ratusan miliar rupiah.
"Sebagai contoh, salah satu hasil analisis itu adalah terkait dengan transaksi setoran tunai yang bersangkutan di kasino judi senilai 55.000.000 dolar atau Rp560 miliar. Itu setoran tunai dilakukan dalam periode tertentu, bahkan ada dalam periode pendek, setoran tunai itu dilakukan dengan nilai fantastis, 5.000.000 dolar," ucap dia.
Selain itu, tambah dia, PPATK juga menemukan adanya pembelian perhiasan berupa jam tangan dari setoran tunai tersebut, sebesar 55.000 dolar AS atau setara Rp550 juta.
"PPATK juga mendapatkan informasi, bekerja sama dengan negara lain, ditemukan ada aktivitas perjudian di dua negara berbeda dan itu juga sudah kami analisis sampaikan kepada KPK," ucap dia. (ant/act)
Load more