Di pusat komando operasi G30S PKI yang disebut sebagai Senko II yang berada di kawasan Lubang Buaya, para pimpinan operasi awalnya saling berpelukan, memberikan selamat satu sama lainnya atas suksesnya penculikan para jenderal Angkatan Darat.
Pada jam sebelum itu, sekira pukul 03.00, Letnan Satu Doel Arif dam pasukan pasopatinya mengepung sebuah rumah di jalan Teuku Umar 40 Jakarta. Bunyi perintah untuk Letnan Satu Doel Arief adalah: menculik sang pemilik rumah, hidup atau mati!.
Lettu Doel Arif bergerak cepat, pemilik rumah itu adalah Menhankam Pangab Jenderal AH Nasution. Ia merupakan target utama dalam daftar para Jenderal Angkatan Darat yang harus diculik oleh kelompok G30S PKI.
Foto: Cuplikan Film Pengkhianatan G30S PKI
Sang Jenderal yang kenyang dengan berbagai medan pertempuran pada masa perjuangan merebut kemerdekaan itu, dituduh para konspirator G30S PKI sebagai tokoh utama "Dewan Jenderal" yang akan merebut kekuasaan dari tangan presiden Soekarno.
Namun pada dini hari itu, rencana operasi kacau diluar perkiraan. Tokoh utama sasaran penculikan, Jenderal Nasution, rupanya berhasil lolos dari pengepungan.
Doel Arief dan pasukan Pasopatinya hanya bisa membawa Kapten Pierre Tendean sebagai tawanan dan juga menembak mati Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun dan putri bungsu Jenderal Nasution, Ade Irma Suryani.
Foto: Cuplikan Film Pengkhianatan G30S PKI
"Ketika masuk berita bahwa Nasution tidak kena dan melarikan diri, kelompok pimpinan menjadi terperanjat, kehilangan akal dan tidak berbuat apa-apa." jelas Brigjen Suparjo, dalam surat rahasianya yang Ia selundupkan ke penjara Laksamana Omar Dhani, dikutip dari Victor M. Fic dalam bukunya "KUDETA 1 OKTOBER 1965: Sebuah Studi tentang Konspirasi" terbitan Yayasan Obor Indonesia 2005.
Load more