"Pertama saya lari ke gate 14 pintu disitu terbuka. Saya pikir aman gate 14 saya cari gate lainnya," kata Eko beberapa waktu lalu.
Sambil meneteskan air matanya. Dia mengingat saat kakinya menginjak depan gate 13. Suara tangisan, dan jeritan minta tolong terdengar cukup kencang. Ironisnya pintu 13 terkunci rapat. Sebagian Aremania terus menendang ventilasi yang terbuat dari semen sampai jebol demi mengevakuasi Aremania yang terjebak di gate 13.
"Di gate 13 itu semacam kuburan adik-adik saya. Di sana menumpuk anak kecil kebanyakan wanita, seperti kuburan massal. Banyak perempuan anak kecil sudah bertumpukan di sana," ujar Eko sambil menangis terisak-isak di pelukan dirijen Aremania Yuli Sumpil.
"Sampai anak-anak menghancurkan dinding berjuang memakai apapun untuk bisa menghancurkan itu dan bisa mengevakuasi teman-temannya. Asap (gas air mata) itu benar-benar pedih banyak Aremania. Saya lari meminta pertolongan," tambahnya.
Eko melihat aparat keamanan yang berjarak beberapa meter saja dari gate 13. Di sana dia meminta pertolongan untuk membantu evakuasi Aremania. Tidak ada satu pun aparat keamanan yang mau dimintai tolong karena beralasan rekan mereka sesama aparat juga ada yang menjadi korban.
"Saya lari minta tolong ke pihak polisi, yang saya minta tolong mereka tidak mau, saya lari lagi ke aparat lain seragam hijau malah saya mau dipukul. Yang saya ingat kata-kata beliau, 'temenku yo onok seng kenek'," tutur Eko.
Eko pun tidak putus asa karena memang situasi yang cukup kacau. Dia meminta pertolongan pada siapa pun hingga akhirnya dia memutuskan masuk ke stadion untuk turut mengevakuasi Aremania.
Load more