Jakarta - Ketua Sub-Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Nurcahyo Utomo, meminta maaf atas keterlambatan mengumumkan hasil investigasi kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182.
Nurcahyo mengungkapkan beberapa faktor yang menjadi kendala investigasi, antara lain:
1. Pandemi Covid-19
Menurut dia, pandemi Covid-19 menjadi kendala, sehingga berbagai pertemuan, wawancara dengan saksi mata, dan pihak-pihak terkait sulit dilakukan. Kegiatan tersebut akhirnya dilakukan secara virtual.
"Diskusi tim investigasi ini juga terhambat. Kebetulan merebaknya omicron membuat frekuensi diskusi harus dikurangi, akhirnya lebih banyak virtual," ujar dia di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (3/11/2022).
"Kami merasakan diskusi yang biasanya bisa diselesaikan dalam waktu satu jam mungkin bisa tiga jam atau lebih. Kami merasakan pertemuan virtual kurang efektif," tambahnya.
Selain itu, pihaknya juga tidak bisa melakukan pemeriksaan komponen ke luar negeri karena pemberlakuan travel restriction.
2. Tim Investigasi Terbatas
Kata Nurcahyo, jumlah investigator juga terbatas sehingga kegiatan investigasi terhambat. Adapun jumlahnya 8 investigator dari total 10 yang diizinkan oleh Perpres.
Menurut dia, ada beberapa kejadian yang perlu diinvestigasi di beberapa tempat, sehingga investigator terpaksa pergi mengumpulkan data ke lokasi kecelakaan. Hal ini membuat beberapa kegiatan investigasi terhambat.
"Total data yang kami peroleh selama investigasi ini 3 bulan lalu saya cek masih berkisar 178 GB. Namun, karena keterbatasan jumlah investigator, satu investigator harus mengelola banyak data, sehingga menjadi kendala. Akhirnya investigator butuh waktu lebih lama," kata dia.
3. Anggaran Terbatas
Nurcahyo berujar tim investigasi tak bisa mengirimkan komponen ke luar negeri untuk pemeriksaan. Selain adanya pemberlakuan travel restriction, anggaran KNKT juga terbatas.
Selain itu, keterbatasan anggaran juga berpengaruh terhadap pencarian cockpit voice recorder (CVR).
Dalam pencarian CVR, KNKT menyewa dua kapal untuk operasi investigasi di Kepulauan Seribu selama 2,5 bulan.
"Sewa kapalnya Rp3 juta per hari. Ada juga kapal induk untuk kru, investigator, istirahat, makan siang, dan berdiskusi. Kapal induk ini kita sewa Rp17 juta per hari," kata Nurcahyo.
"Sebenarnya kita ada kapal yang memadai, yang punya semua fungsi. Namun, sewanya Rp12 miliar per 10 hari. Operasi kita waktu itu di Kepulauan Seribu selama 2,5 bulan jadi anggarannya cukup besar. Akhirnya kita cari yang ada, yang bisa melaksanakan tugas yang bisa kita harapkan," pungkasnya. (saa/ebs)
Load more