Lebih lanjut, Bambang menyampaikan bahwa Indonesia mengangkat terminologi Komunitas Adat dengan merujuk kepada definisi Indigenous People. Mereka harus memenuhi kriteria: masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban dan memiliki pengelolaan bersifat komunal; ada kelembagaan adatnya; ada wilayah hukum adat; ada pranata dan perangkat hukum adat, serta kehidupan masyarakatnya masih tergantung pada hutan.
"Untuk masyarakat lokal yang tinggal di sekitar kawasan hutan namun tidak memenuhi kriteria sebagai komunitas adat disebut sebagai local communities dan diberikan akses serta pendampingan untuk mengelola hutan negara secara berkelanjutan selama 35 tahun dan dapat diperpanjang, yang diberikan kepada kelompok tani hutan, dengan skema Perhutanan Sosial," ujarnya.
Sementara itu, Kasubdit Pengelolaan Hutan Adat Ditjen PSKL KLHK, Yuli Prasetyo Nugroho, menyampaikan bahwa Indonesia bersama Filipina yang mempunyai kebijakan mengenai adat bersama negara anggita yang lain untuk mengembangkan ASEAN Guidelines on Recognition of Customary Tenure in Forested Landscapes yang dapat mendukung aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Indonesia juga mendukung pelaksanaan identifikasi dan diseminasi informasi substantif tentang pengembangan dan penggunaan kurikulum perubahan iklim untuk Komunitas Adat dengan menitikberatkan pada sistem pendidikan formal dan informal bagi generasi muda dan para perempuan Adat.
Keterlibatan Indonesia dalam Forum FWG LCIPP ini sangat baik dan menginspirasi, mengingat Indonesia dihuni oleh ratusan suku-suku bangsa dengan kearifan lokal masing-masing yg menyebar dari Sabang sampai Merauke. Tradisi kearifan lokal yang diwariskan turun temurun, dari generasi kegenerasi yg memastikan pelestarian hutan dan lingkungan berlangsung secara efektif dan berkelanjutan. (ito)
Load more