Jakarta, 05/6 - Anggota DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth mengingatkan kebijakan lintasan permanen khusus sepeda balap (road bike) yang mengambil tempat di Jalan Layang Non Tol (JLNT) Casablanca setiap akhir pekan jangan terburu-buru.
"Saya menilai hal itu terlalu cepat untuk mengambil keputusan, jika JLNT Casablanca sudah cocok untuk perlintasan 'road bike' setiap 'weekend'," kata Kenneth dalam keterangan tertulis, Sabtu.
Menurut Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta itu, seharusnya Dinas Perhubungan harus lebih teliti dan melihat secara komprehensif lagi terkait melintasnya "road bike" di jalur Kampung Melayu - Tanah Abang. Harus di kaji juga mengenai keselamatan para pesepeda dan juga pengendara yang lain.
"Sepeda pun semestinya tidak pas untuk melintas di JLNT, karena jalan layang itu ada batas kecepatan minimum, apakah sepeda bisa memenuhi batas minimum tersebut? Jalan layang itu kan tinggi letak konturnya dan kondisi angin pasti bertiup lebih kencang, harus di pikirkan fenomena seperti ini. Kalau tiba tiba angin bertiup kencang, apakah bisa dikendalikan?," kata Kenneth.
Kenneth juga menilai kebijakan yang membolehkan "road bike" melintas di Jalan Sudirman-Thamrin, pada hari kerja Senin-Jumat dengan pengaturan waktu, yakni dari pukul 05.00-06.30 WIB harus dikaji kembali.
"Pukul 05.00 WIB di Jalan Sudirman itu sudah ramai, beda dengan weekend. Harus pikirkan hak pengguna jalan yang lain dan apakah pesepeda itu bayar pajak tiap tahunnya, sampai harus diperlakukan se-istimewa ini?," katanya.
"Analogi saya, Jika pesepeda diizinkan lewat Sudirman, Thamrin dan JLNT, seharusnya pemotor juga boleh dong? Ingat sepeda motor itu tiap tahun bayar pajak dan termasuk salah satu penyumbang PAD tertinggi," kata Kenneth.
Kenneth khawatir jika pesepeda terlalu diistimewakan melintas di Jalan Sudirman-Thamrin dan JLNT, pemotor akan melakukan protes dan meminta di perlakukan sama.
Karena itu, Kenneth meminta kepada Pemprov DKI Jakarta agar segera mengevaluasi terkait kebijakan tersebut. Jangan sampai anggaran puluhan miliar mubazir dalam pembuatan jalur sepeda.
Keneth mengatakan dalam membuat kebijakan Pemprov DKI Jakarta jangan terkesan dipaksakan perlu kajian yang panjang agar dapat bermanfaat bagi warga Jakarta.
"Jika penggunaan jalan sepeda ini bisa dikelola dengan baik oleh Pemprov DKI Jakarta, maka tidak perlu lagi merebut infrastruktur yang juga menjadi hak pengguna jalan yang lain," kata Kenneth.
Menurut Kenneth, belakangan ini banyak sekali pesepeda yang melanggar aturan lalulintas di DKI Jakarta bahkan seenaknya dalam menggunakan jalan, seperti melawan arus, lalu menguasai sebagian besar badan jalan di Jalan Jenderal Sudirman, hingga mengganggu pengendara lain. Jika diistimewakan seperti ini, bisa lebih amburadul lagi nantinya.
Padahal, kata Kenneth, hal itu tertuang di Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. UU menyebutkan sepeda motor, kendaraan bermotor yang kecepatannya lebih rendah, mobil barang dan kendaraan tidak bermotor berada pada lajur kiri jalan.
Penggunaan lajur sebelah kanan hanya diperuntukkan bagi kendaraan dengan kecepatan lebih tinggi, akan membelok kanan, mengubah arah atau mendahului kendaraan lain.
Karena itu, Kenneth meminta kepada Ditlantas Polda Metro Jaya agar bisa membuat regulasi sanksi bagi pesepeda yang "nakal" saat melintas di protokol Jakarta. Hal itu dilakukan agar para pesepeda bisa lebih tertib dalam menggunakan jalan raya, baik untuk "road bike" maupun non "road bike".
"Saya harap kali ini pihak kepolisian Polda Metro Jaya bisa membuat aturan yang jelas, sanksi yang jelas untuk para pesepeda yang melanggar. Karena melihat kondisi realita saat ini banyak sekali yang melanggar aturan yang sudah ada, dikarenakan aturan yang ada terkesan abu abu dan tidak jelas untuk penerapannya," kata Kenneth.
Kenneth juga mengungkap dasar tilang terhadap pesepeda ini sudah tertuang pada Pasal 299 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Jika diterapkan, maka Polda Metro Jaya akan menjadi kepolisian yang pertama yang menerapkan tilang bagi pesepeda.
Adapun Pasal 299 UU LLAJ itu berbunyi, "Setiap orang yang mengendarai kendaraan tidak bermotor yang dengan sengaja berpegang pada kendaraan bermotor untuk ditarik, menarik benda-benda yang dapat membahayakan pengguna jalan lain, dan/atau menggunakan jalur jalan kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 huruf a, huruf b, atau huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 hari atau denda paling banyak Rp100 ribu".
Kemudian Pasal 122 UU LLAJ berbunyi "Pengendara Kendaraan Tidak Bermotor dilarang:
a. dengan sengaja membiarkan kendaraannya ditarik oleh Kendaraan Bermotor dengan kecepatan yang dapat membahayakan keselamatan;
b. mengangkut atau menarik benda yang dapat merintangi atau membahayakan Pengguna Jalan lain; dan/atau
c. menggunakan jalur jalan Kendaraan Bermotor jika telah disediakan jalur jalan khusus bagi Kendaraan Tidak Bermotor".
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana mempermanenkan Jalan Layang Non Tol (JLNT) Casablanca, untuk jalur "road bike" setiap Sabtu dan Minggu, dari pukul 05.00 WIB hingga pukul 08.00 WIB.
Selain JLNT Casablanca, uji coba lintasan untuk "road bike" juga berlaku di Jalan Sudirman-Thamrin. Untuk di jalan ini, uji coba dilakukan Senin hingga Jumat dimulai pukul 05.00 hingga pukul 06.30 WIB.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menganggarkan Rp73 miliar untuk pembuatan jalur sepeda pada Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020.
Namun hal itu ditunda. Kesepakatan itu ditunda lantaran DPRD DKI ingin mengetahui rencana induk pembangunan jalur sepeda keseluruhannya. DPRD DKI menilai rencana jalur sepeda tersebut belum jelas.
Awalnya terlihat anggaran itu semula Rp4,4 miliar lalu ada penambahan Rp69,2 miliar hingga total anggarannya menjadi Rp73,7 miliar. Anggaran tersebut dipertanyakan karena kenaikan angka anggaran yang tinggi. Padahal jalur sepeda dinilai bukanlah suatu program yang mendesak. (act/ant)
Load more