Jakarta – Lama tak mengunggah apapun di akun Twitternya, Presiden ke-6 Republik Indonesia kembali membuat cuitan. Kali ini dia menyinggung tentang hukum yang bisa dibeli. Sindiran untuk siapakah cuitannya itu?
“Money can buy many things, but not everything. Mungkin hukum bisa dibeli, tapi tidak untuk keadilan,” cuit SBY yang juga menjadi Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, pada Senin (27/9) pagi.
Money can buy many things, but not everything. Mungkin hukum bisa dibeli, tapi tidak untuk keadilan. Sungguhpun saya masih percaya pada integritas para penegak hukum, berjuanglah agar hukum tidak berjarak dengan keadilan. *SBY*— S. B. Yudhoyono (@SBYudhoyono) September 27, 2021
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman menjelaskan bahwa pernyataan SBY itu terkait dengan Judicial Review (JR) atas Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat (AD/ART PD) tahun 2020 ke Mahkamah Agung.
“Permohonan JR terhadap AD dan ART Partai Demokrat Hasil Kongres 2020 benar-benar menjadi teror di siang hari bolong untuk Partai Demokrat dan mungkin saja utk partai-partai politik lainnya. Narasinya terobosan hukum, namun di balik itu yang terasa adalah teror dengan gunakan hukum sebagai alatnya,” kata Benny melalui keterangan tertulis yang diterima tvOnenews.com, Senin (27/9) malam.
Menurut Benny, MA melabrak aturan hukum bila mengabulkan permohonan tersebut.
“MA jelas melabrak aturan hukum yang selama ini berlaku karena menyamakan begitu saja AD dan ART Parpol dengan peraturan Perundang-undangan,” tutur Benny.
Dia menambahkan, dalam Peraturan MA No 01/2011 Tentang Hak Uji Materiil mentakan yang menjadi termohon dalam permohonan keberatan hak uji materiil adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan.
“Parpol dalam sistem ketatanegaraan kita jelas terang benderang bukan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara,” tambahnya.
Menurutnya MA hanya berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang bertentangan dengan peraturan yang hierarkinya lebih tinggi.
“AD dan ART Parpol tidak tergolong dalam jenis peraturan perundang-undangan yang menjadi obyek pengujian di MA,” ujarnya.
Benny kemudian menuturkan, apabila ada anggota partai politik (parpol) atau pengurus parpol merasa dirugikan akibat berlakunya AD dan ART yang diputuskan dalam kongres atau muktamar sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi, yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan kepada Mahkamah Partai atau menggugat Menkumham ke Pengadilan TUN karena telah mengesahkan AD dan ART yang dihasilkan dalam kongres partai.
“Tidak ada dasar legal bagi yang bersangkutan untuk mengajukan permohonan judicial review ke MA, apalagi kalau yang bersangkutan ikut dalam kongres partai yangg telah menyetujui perubahan AD dan ART tersebut. Pihak yang kalah voting dalam pengambilan keputusan termasuk keputusan tentang perubahan AD dan ART partai di kongres tidak punya legal standing apapun untuk menjadi pemohon dalam menguji AD dan ART tersebut dengan UU Parpol ke MA,” tulis Benny lagi.
Bagi Benny, bila MA menerima pengujian AD/ART Partai Demokrat yang diajukan eks empat Ketua DPC PD, akan menjadi preseden buruk untuk kehidupan kepartaian di tanah air.
“Saya tetap menaruh kepercayaan penuh kepada MA untuk tetap menjaga independensinya dengan berani menolak segala upaya intervensi baik langsung maupun tidak langsung dari pihak eksternal yang akan memengaruhi putusannya demi tegaknya keadilan. Politik boleh runtuh, ekonomi bisa saja morat marit, tapi keadilan di negeri ini harus tetap tegak berdiri di pundak MA,” tutup Benny.
Sebelumnya empat eks kader Demokrat dengan Yusril Ihza Mahendra mengajukan judicial review AD/ART PD ke MA dengan termohon Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Menurut Yusril, MA perlu melakukan terobosan hukum untuk memeriksa, mengadili, dan memutus apakah AD/ART PD tahun 2020 bertentangan dengan UU atau tidak. (act)
Load more