Jakarta - Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Indonesia, Ade Wahyudin, menyoroti terkait Pasal 278 poin c dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Dia mengatakan klausul itu untuk membatasi para saksi yang hadir di persidangan sehingga tidak mengetahui kesaksian saksi yang lain.
"Kalau ternyata itu yang dijadikan argumen, bukan berarti seluruh proses persidangan terbuka harusnya tidak boleh," jelas Ade dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi III DPR, Senin (14/11/2022).
Terkait hal ini, Ade mengusulkan agar dibentuk kriteria khusus saksi persidangan yang boleh diliput.
"Ya kemudian ini bisa diatur dalam tatib yang memang seharusnya tidak masuk dalam ranah pidana," kata dia.
Dia juga menilai agar Dewan Pers dan Mahkamah Agung (MA) harus membuat tata tertib mengenai persidangan. Tujuannya untuk mengatur teknis peliputan dalam persidangan.
"Misalkan, momentum apa saja yang bisa diliput untuk publik, sehingga tidak menutup dari proses pembacaan dakwaan bahkan hingga putusan yang sebenarnya dimensi kepentingan publiknya itu sangat tinggi," tandas dia. (saa/ebs)
Load more